Jakarta, Portonews – Dulu, di Kalimantan, pohon yang tumbuh besar di tengah hutan dianggap keramat. Bahkan disembah karena dianggap sakral. Tidak seorang warga pun coba-coba berani mengusik. Apalagi sampai menebangnya.
Dipercaya, orang yang usil dan menebang pohon tersebut akan menuai tulah dan ditimpa kemalangan, malapetaka dan musibah. Entah kutukan, penyakit menahun hingga kematian dengan cara paling mengenaskan. Karenanya dapat dimengerti bila tidak ada manusia berani merusak pohon besar tersebut.
Kepercayaan ini dipelihara dan terus berlangsung turun-temurun. Hingga suatu hari datanglah seseorang. Ia mengaku datang dari Jakarta. Membawa kabar pengembangan kebun sawit. Lokasinya di hutan. Dimana tumbuh pohon besar yang dikeramatkan.
Mendapat kabar tersebut, warga sekitar hutan pun gempar. Mereka ketakutan. Terbayang pohon tersebut akan ditebang. Malapetaka pun bakal menimpa warga. Semua warga ciut. Tetapi tidak bagi si A. Ia menyanggupi untuk menebang pohon keramat, seperti arahan orang Jakarta.
Singkat cerita, si A mulai menebang pohon keramat. Apa yang terjadi? Bukan malapetaka dan tulah yang ditimpa. Malah kelimpahan uang miliaran rupiah. Mendadak kaya raya. Sejak itulah persepsi warga tentang hutan dan pohon keramat mulai runtuh.
Warga sekitar hutan mulai meninggalkan kepercayaan lama. Tidak lagi menjaga, memelihara tetapi merambah dan merusak hutan. Namun mengkapitalisasi pohon (besar) dan hutan demi menangguk keuntungan semata. Abai terhadap fungsi pohon dan hutan sebagai salah satu pilar utama ekosistem lingkungan.
Menurut Menteri LHK Siti Nurbaya keberadaan pohon memiliki peran krusial dalam menjaga kelangsungan hidup manusia dan alam semesta. Pohon tidak hanya membantu mengurangi emisi Gas Rumah Kaca, tetapi juga menjadi sumber kehidupan bagi makhluk hidup, menyimpan air, mengatur suhu udara, meredam kebisingan, serta mengurangi dampak angin. Selain itu, pohon dianggap sebagai solusi untuk berbagai masalah polusi udara.
Inilah tantangan nyata kalangan rimbawan di tengah perayaan Hari Bakti Rimbawan ke 41. Apalagi mengingat amanah konstitusi Pasal 33 ayat 4 dan Pasal 28 H ayat 1 UUD 1945 menyebutkan, pembangunan ekonomi yang dilakukan harus memperhatikan perbaikan dan peningkatan kondisi lingkungan hidup serta kualitas kehidupan manusia yang semakin baik.
Selain itu, rimbawan juga diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam menghadapi tantangan global dewasa ini, yaitu Triple Planetary Crisis, yang meliputi perubahan iklim, kehilangan keanekaragaman hayati, serta polusi dan pencemaran lingkungan hidup.