Di akhir bulan November lalu, tepatnya 28 November 2018 digelar sebuah simposium penanggulangan tumpahan minyak di Hotel Fairmont Senayan, Jakarta. Simposium internasional bidang lingkungan yang dihadiri sekitar 600 orang ini mengambil tema Mendukung Kelestarian Laut Indonesia, Menjunjung Martabat Bangsa. Peserta simposium berasal dari kalangan akademisi, praktisi, pejabat pemerintah dari intansi terkait, penggiat lingkungan, kalangan pers atau jurnalis serta perwakilan dari 15 negara.
Simposium yang mengambil peristiwa tumpahan minyak di Teluk Balikpapan yang terjadi 31 Maret 2018 sebagai bahasan utama tersebut memang kasus menarik dan hingga kini meninggalkan berbagai persoalan bagi masyarakat maupun lingkungan. Sidang pengadilan terhadap pelaku yang diduga menjadi penyebab terjadinya musibah yakni awak kapal MV Judger juga masih berlangsung di Kota Balikpapan.
Terlepas dari siapa pelaku atau pun faktor penyebab musibah tumpahan minyak di Teluk Balikpapan tersebut, kerugian telah terjadi, baik di masyarakat maupun lingkungan. Selain menelan korban jiwa dan merusak lahan dan sarana perekonomian rakyat setempat, termasuk para nelayan yang tidak bisa melaut hingga berminggu-minggu, kerugian terbesar yang ditimbulkan adalah kerusakan lingkungan laut maupun hutan mangrove.
Minyak yang tumpah di laut tersebut mengandung racun yang berbahaya seperti arsenik, mercuri, timbal dan air raksa. Karena tumpahan minyak sampai ke pantau, hutan mangrove, maka racun-racun mematikan itu tidak mudah dibersihkan. Untuk pemulihan hutan bakau dibutuhkan waktu paling tidak 50 tahun dan pemulihan pantai hingga seperti semula dibutuhkan 20 tahun.
Secara materiil sulit menghitung berapa besaran kerugian yang ditimbulkan, karena efeknya mengancam kehidupan manusia. Itu salah satu menjadi alasan kami menjadikan simposium tumpahan minyak tersebut menjadi tema liputan utama majalah Portonews Edisi Desember 2018.
Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari peristiwa terjadinya tumpahan minyak di Teluk Balikpapan tersebut. Sebagaimana diungkapkan Ketua Panitia Simposium, Dr Bayu Satya B.Sc bahwa kasus tumpahan minyak di Teluk Balikpapan menjadi studi kasus yang menarik dibahas dalam sebuah simposium edukatif sebagai sarana pembelajaran anak bangsa di masa depan.
Kejadian itu pelajaran luar biasa bagi pemerintah maupun perusahaan yang terlibat dalam kasus tersebut. Juga bisa menjadi pelajaran di masa depan. Tidak ada kata terlambat untuk memberikan yang terbaik dalam setiap aspek kehidupan demi kemajuan bangsa dan negara demi kemaslahatan masyarakat.
Pemerintah harus konsisten dengan penegakan aturan bidang pencemaran dan kerusakan lingkungan terhadap semua pihak atau perusahaan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Ada puluhan peraturan yang mengikat telah dikeluarkan supaya semua pihak-pihak termaksud patuh. Salah satunya Peraturan Menteri Perhubungan No 58 Tahun 2013 tentang penanggulangan pencemaran di perairan dan pelabuhan.
Musibah tumpahan minyak kerap terjadi di wilayah perairan Indonesia. Namun yang muncul kepermukaan hanya skala besar dan tidak bisa ditutupi. Sedangkan musibah skala kecil sering dibiarkan karena dianggap hal biasa. Padahal, dampak buruknya akan terus terakumulasi dan merugikan kita dan generasi mendatang.