Polusi Udara

Jakarta, Portonews.com – Polusi udara di Jakarta dan sekitarnya menjadi perhatian publik. Pasalnya,
kualitas udara di Jakarta dan sekitarnya, sejak Mei 2023 berada di puncak 10 kota paling terkontaminasi polusi dunia. Bahkan polusi udara Jakarta mendapat porsi pemberitaan media asing, seperti Reuters, Singapura Strait Times, South China Morning Post (SCMP) dan media Arab, Al-Arabiya yang merujuk pemberitaan AFP.
Tidak heran bila Presiden Jokowi pun mensinyalir penyakit batuk yang dialaminya ketika berpidato dalam acara Penyampaian RUU APBN 2024 dan Nota Keuangan, di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu, (16/8/2023) akibat buruknya polusi di Ibukota Jakarta.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mengonfirmasi perihal batuknya orang nomor wahid di Indonesia. “Presiden minta dalam waktu satu minggu ini ada langkah konkret karena presiden sendiri sudah batuk katanya sudah hampir 4 minggu. Beliau belum pernah merasakan seperti ini dan kemungkinan dokter menyampaikan ada kontribusi daripada udara yang tidak sehat dan kualitasnya buruk,” kata Sandiaga.
Bila sekelas Presiden saja (dengan segala fasilitas yang disediakan negara) merasakan efek negatif dari polusi udara, bagaimana dengan rakyat jelata? Mereka terdiri dari tukang ojek, kurir, sopir angkutan umum, pedagang asongan, pengemis dan pengamen jalanan, pekerja rendahan yang menggunakan sepeda motor dan lain-lain yang sehari-hari menyusuri jalan-jalan raya yang macetnya berjam-jam dan rela bertaruh nyawa hanya untuk mencari sesuap nasi? Bagaimana dengan nasib para pemulung dan anak-anaknya yang setiap hari dituntut untuk mencari remah-remah sampah di pinggir jalanan? Apakah kesehatan mereka juga mendapat perhatian besar dan perlindungan dari negara?
Disebutkan pula biang kerok penyebab munculnya polusi udara. Dari derasnya arus kendaraan bermotor yang mengonsumsi BBM fosil hingga adanya pembangunan PLTU.
Sebagai informasi, rolusi udara adalah kontaminasi lingkungan dalam atau luar ruangan oleh zat kimia, fisik, atau biologis apa pun yang mengubah karakteristik alami atmosfer. Alat pembakaran rumah tangga, kendaraan bermotor, fasilitas industri dan kebakaran hutan merupakan sumber pencemaran udara yang umum.
Data WHO menunjukkan bahwa hampir seluruh populasi global (99 persen) menghirup udara yang melebihi  batas pedoman WHO dan mengandung polutan  tingkat tinggi dengan negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah menderita paparan tertinggi. Oleh sebab itu, dibutuhkan strategi dan kebijakan komprehensif untuk mengurangi polusi udara yang berefek negatif bagi kesehatan manusia.
Disamping itu, partisipasi dan edukasi terhadap masyarakat juga dibutuhkan. Peran negara untuk mengedukasi warga terkait mitigasi perubahan iklim dan dampaknya untuk jangka pendek, menengah hingga jangka panjang sangat dibutuhkan. Dengan demikian, diharapkan polusi udara dan efek negatifnya dapat diminimalisir. 

 

BeritaTerkait Lainnya

Edisi Terakhir Portonews

LEBIH MUDAH DENGAN APLIKASI PORTONEWS :

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Translate »