Panas Bumi di Tengah Transisi Energi

Jakarta, Portonews.com – Indonesia, berdasar geologisnya, terletak diantara tiga lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Tidak heran, bila negeri ini mempunyai banyak gunung berapi aktif, kaya hasil tambang dan sumber energi. Dari ujung pulau Sumatera sampai dengan wilayah Timur Indonesia terdapat banyak gunung api yang berpotensi tinggi sebagai sumber energi alternatif panas bumi atau geothermal.
Energi geothermal sejatinya dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Sayangnya, di Indonesia pemanfaatannya masih sangat rendah. Sebagian besar (88 persen) listrik di Indonesia, masih dipasok dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil, 42 persen batubara, 23 persen BBM dan 21 persen gas alam.
Saat ini, Indonesia merupakan negara dengan potensi panas bumi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), potensi panas bumi di Indonesia mencapai 23,7 Gigawatt (GW). Dengan kapasitas pembangkit listrik panas bumi (PLTP) sebesar 2.276 MW, memanfaatan panas bumi di Indonesia juga menempati posisi kedua setelah Amerika Serikat.
Sedang berdasarkan Buku Potensi Panas Bumi yang dirilis Kementerian ESDM pada 2017, teridentifikasi 331 titik potensi panas bumi yang tersebar di 30 provinsi. Dari 331 titik potensi panas bumi tersebut, sebanyak 70 di antaranya telah ditetapkan sebagai 70 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) dan sisanya merupakan wilayah terbuka.
Namun untuk mengoptimalkan pemanfaatan energi panas bumi tersebut diperlukan penguasaan dan inovasi teknologi serta sumber daya manusia yang kompeten. Ditambah lagi, diantara semua jenis EBT (hydro, surya, biomass, angin dan ombak) energi panas bumi dianggap yang paling bisa diandalkan dan handal. Sebab ia memiliki reability dan avability sangat tinggi. Apalagi di tengah tuntutan global dan telah menjadi agenda nasional, transisi energi.
Dalam mendukung percepatan transisi energi di dalam negeri, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik guna mendorong target penurunan emisi Indonesia tahun 2030.
Di samping itu, Indonesia meningkatkan komitmen pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC) pada tahun 2030 dengan target penurunan emisi per 23 September 2022 sebesar 31,89 persen (sebelumnya 29 persen) unconditionally dan 43,20 persen (sebelumnya 41%) conditionally. Dengan berbagai program tersebut, Pemerintah diharapkan dapat mencapai target net zero emissions pada tahun 2060 atau lebih cepat sesuai dengan Perjanjian Paris. Semoga! 

LEBIH MUDAH DENGAN APLIKASI PORTONEWS :

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Translate »
%d blogger menyukai ini: