Jakarta, Portonews.com – Di tengah perubahan iklim yang semakin ekstrem, Indonesia menghadapi tantangan besar yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat. Kenaikan suhu yang pesat, kekeringan yang panjang, dan pergeseran pola cuaca menjadi isu yang tak dapat diabaikan. Untuk menghadapinya, baik sektor publik maupun swasta di Indonesia terus berinovasi dengan berfokus pada teknologi hemat energi, pemanfaatan energi terbarukan, serta pengurangan emisi karbon.
Namun, transisi menuju energi bersih tidak dapat terlaksana tanpa dukungan infrastruktur digital yang kuat dan aman. Dalam perjalanan menuju masa depan energi yang lebih ramah lingkungan dan cerdas, penting untuk memastikan bahwa keamanan siber menjadi aspek yang tidak terpisahkan.
Meski menghadapi ketidakpastian global, Indonesia tetap menunjukkan ketahanan ekonomi yang solid. Pada kuartal keempat 2024, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tercatat 5,02% secara tahunan, melampaui proyeksi pasar yang sebesar 4,98%. Stabilitas ekonomi ini menjadi pondasi penting untuk melaksanakan transisi energi bersih dan mencapai target-target keberlanjutan yang telah ditetapkan. Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 31,89% pada 2030, dengan kemungkinan peningkatan hingga 43,2% jika didukung oleh bantuan internasional.
Untuk merealisasikan target tersebut serta mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, pemerintah berfokus pada enam inisiatif strategis, termasuk modernisasi infrastruktur digital dan percepatan transisi ke energi terbarukan.
Menurut Edwin Lim, Country Director Fortinet Indonesia, “Keamanan siber adalah fondasi utama dalam mendukung keberlanjutan transisi energi bersih di Indonesia. Dengan semakin kompleksnya jaringan energi yang terhubung secara digital, penting bagi kita untuk memastikan bahwa infrastruktur kritis dilindungi dari ancaman siber yang dapat mengganggu kestabilan ekonomi dan layanan publik.”
Perubahan menuju modernisasi jaringan listrik dan penggunaan solusi energi cerdas membuka peluang besar bagi ancaman serangan siber. Integrasi antara sistem kontrol industri (ICS), teknologi operasional (OT), dan jaringan TI membuka celah kerentanan yang bisa dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan siber. Laporan Fortinet 2024 mengungkapkan bahwa 92% organisasi di Indonesia mengalami pelanggaran keamanan siber dalam setahun terakhir, dengan lebih dari 50% mengalami kerugian lebih dari 1 juta dolar AS akibat kehilangan pendapatan, denda, dan biaya terkait lainnya.
Menyikapi ancaman ini, pendekatan proaktif dan berlapis dalam keamanan siber menjadi sangat penting. Organisasi yang mengelola infrastruktur kritis perlu mengadopsi strategi Zero Trust, mengintegrasikan keamanan fisik dan digital, serta berinvestasi pada sistem berbasis kecerdasan buatan (AI) yang dapat mendeteksi dan mengatasi ancaman secara real-time.
Melindungi infrastruktur energi bukan hanya soal mencegah serangan siber, tetapi juga memastikan stabilitas ekonomi dan kemajuan lingkungan. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, penyedia energi, dan para ahli keamanan sangat penting untuk menciptakan kerangka kerja yang kokoh dalam keamanan sektor energi.
“Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin dalam industri energi bersih. Namun, keberhasilan transisi ini bergantung pada bagaimana kita mengamankan infrastruktur energi dari ancaman siber. Dengan pendekatan kolaboratif dan strategi keamanan berbasis AI, kita dapat memastikan ketahanan energi yang berkelanjutan untuk masa depan,” tambah Edwin Lim.
Dengan fondasi keamanan siber yang solid, Indonesia tidak hanya dapat melindungi sistem energi yang esensial, tetapi juga mempercepat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan kemandirian energi nasional. Masa depan energi Indonesia yang lebih cerdas dan ramah lingkungan harus didukung oleh infrastruktur digital yang aman dan tangguh.