Gunung Kidul, Portonews.com – Kemasan bukan hanya sekadar pelindung bagi produk makanan, tetapi juga menjadi kunci utama yang mempengaruhi daya tarik dan nilai jual suatu produk. Selain berfungsi untuk membungkus, kemasan juga memiliki peran penting dalam menjaga kualitas, menyampaikan informasi gizi, hingga memudahkan distribusi. Namun, dibalik manfaatnya, kemasan plastik konvensional justru menyimpan masalah besar bagi lingkungan kita.
Sifat plastik yang tidak mudah terdegradasi membuatnya membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai menjadi partikel-partikel kecil yang dikenal dengan istilah mikroplastik. Dampak buruk dari mikroplastik ini tidak hanya terbatas pada pencemaran lingkungan, tetapi juga membahayakan kesehatan manusia. Muslih Anwar, peneliti di Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan (PRTPP), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengungkapkan bahwa limbah mikroplastik yang masuk ke dalam ekosistem, seperti dimakan oleh ikan, berpotensi mencemari rantai makanan. “Apabila limbah mikroplastik tersebut dimakan oleh ikan kemudian dikonsumsi oleh manusia, efek jangka panjangnya bisa menimbulkan gangguan kesehatan dan hormonal,” ujar Muslih dalam wawancaranya beberapa waktu lalu.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Muslih dan tim risetnya telah mengembangkan solusi melalui riset kemasan pangan yang ramah lingkungan. Mereka sedang mengembangkan kemasan pangan biodegradabel yang terbuat dari bahan alami, seperti bioplastik berbasis biomassa dari pati aren dan selulosa. “Inovasi ini diharapkan dapat mengurangi sampah kemasan plastik karena lebih mudah terurai,” kata Muslih menjelaskan tentang upaya mereka dalam menciptakan kemasan yang lebih ramah lingkungan.
Tak hanya fokus pada pengurangan sampah plastik, Muslih dan kelompok risetnya juga mengembangkan teknologi kemasan yang dapat memperpanjang umur simpan produk makanan. Mereka tengah meriset kemasan aktif dan pintar yang tidak hanya berfungsi sebagai pembungkus, tetapi juga mampu membunuh mikroba. “Kemasan aktif ini dapat memperpanjang umur simpan produk makanan dengan menghambat pertumbuhan mikroba yang dapat menyebabkan kerusakan,” tambah Muslih.
Selain itu, riset lain yang sedang dikembangkan adalah kemasan pintar yang dilengkapi dengan sensor asam-basa (pH) yang dapat mendeteksi perubahan pH pada makanan. Sensor ini berfungsi untuk memantau perubahan kimiawi yang terjadi akibat kerusakan pangan oleh mikroba. “Sensor pH akan berubah warna apabila makanan sudah rusak, sehingga konsumen dapat mengetahui kualitas pangan secara real-time tanpa harus melihat tanggal kadaluarsa produk,” jelas Muslih.
Melalui inovasi-inovasi ini, diharapkan tidak hanya dapat mengurangi masalah pencemaran plastik, tetapi juga meningkatkan kualitas dan ketahanan pangan, serta memberikan solusi bagi konsumen dalam mengawasi kondisi produk makanan yang mereka beli.