Post Views: 620
Jakarta, Portonews.com – Kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah menyeret mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono ke hadapan sidang. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung, Teuku Rahmatsyah, menyebutkan bahwa tindakan Bambang selama menjabat antara tahun 2015 hingga 2022 menyebabkan kerugian negara sebesar Rp300 triliun.
“Akibat perbuatannya yang melawan hukum, negara mengalami kerugian sebesar Rp300 triliun,” ungkap Teuku dalam persidangan, Senin (30/12/2024).
Bambang didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Dalam dakwaannya, JPU menjelaskan bahwa Bambang secara melawan hukum menyetujui revisi Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) PT Timah tahun 2019 meskipun dokumen terkait Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) dan studi kelayakan belum lengkap. Hal ini membuka peluang bagi PT Timah untuk mengakomodasi pembelian bijih timah ilegal dari penambangan di wilayah cadangan marginal.
Selain itu, Bambang juga diduga memfasilitasi kerja sama PT Timah dengan smelter swasta seperti PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, dan lainnya. JPU menambahkan, persetujuan terhadap proyek ini diberikan meskipun belum ada legalitas yang sesuai, sehingga memungkinkan terjadinya pengambilan dan pengolahan bijih timah hasil penambangan ilegal.
Tidak hanya itu, Bambang diduga menerima sejumlah uang dan fasilitas sebagai bentuk imbalan, termasuk uang Rp60 juta serta sponsor berupa hadiah tiga buah iPhone dan jam tangan Garmin untuk kegiatan golf tahunan.
Dalam sidang yang sama, turut didakwa Alwin Albar, mantan Direktur Operasi Produksi PT Timah (2017-2020), dan Supianto, mantan Plt. Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung. Kedua terdakwa disebut terlibat dalam penyusunan RKAB yang mengakomodasi legalisasi bijih timah ilegal, melanggar aturan yang berlaku.
Dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung mengungkap lebih banyak detail terkait kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono. Bambang bersama dua terdakwa lainnya, Alwin Albar dan Supianto, diduga secara bersama-sama menyetujui kegiatan yang melanggar hukum, termasuk pengelolaan bijih timah hasil penambangan ilegal.
Keterlibatan Alwin dan Supianto
Dalam dakwaan, Alwin Albar yang menjabat sebagai Direktur Operasi Produksi PT Timah periode 2017–2020 diduga tidak menjalankan tanggung jawabnya sebagai pimpinan untuk memastikan operasi PT Timah sesuai peraturan yang berlaku. Alwin disebut membiarkan kegiatan penambangan dan pengolahan ilegal berlangsung di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.
Sementara itu, Supianto yang pernah menjabat sebagai Plt. Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung didakwa menyetujui Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) tahun 2020 untuk smelter-swasta tertentu. “RKAB ini digunakan sebagai dasar legalisasi penambangan ilegal yang melibatkan smelter swasta seperti PT Refined Bangka Tin dan CV Venus Inti Perkasa,” jelas JPU dalam persidangan.
Modus Operasi dan Fasilitas Ilegal
Lebih lanjut, JPU memaparkan bagaimana Bambang Gatot memanfaatkan posisinya untuk memberikan persetujuan revisi RKAB tahun 2019 kepada PT Timah, meskipun studi kelayakan dan Amdal tidak dilengkapi. Sebagai imbalan, Bambang menerima berbagai fasilitas, termasuk sponsor kegiatan golf tahunan oleh PT Timah. Sponsor ini mencakup hadiah berupa tiga iPhone 6 dan tiga jam tangan Garmin dengan nilai total Rp33 juta.
Menurut JPU, penerbitan revisi RKAB yang tidak sah ini memungkinkan PT Timah dan smelter-swasta bekerja sama dalam pengambilan dan pengolahan bijih timah ilegal. “Kerjasama ini berlangsung tanpa kajian yang sesuai dan menyebabkan negara mengalami kerugian sangat besar,” tambah JPU Teuku Rahmatsyah.
Kerugian Negara dan Tuntutan Hukum
Akibat dari tindakan ketiga terdakwa, negara mengalami kerugian sebesar Rp300 triliun. Angka ini mencerminkan kerugian dari praktik penambangan ilegal yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Bambang, Alwin, dan Supianto kini didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sidang akan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi, termasuk dari pihak PT Timah dan instansi terkait lainnya. Pihak Kejaksaan Agung menegaskan komitmennya untuk mengusut tuntas kasus ini demi menegakkan keadilan dan memulihkan kerugian negara. (*)
Menyukai ini:
Suka Memuat...
Terkait