Iberia Parish, Portonews.com – Sebulan setelah tumpahan minyak terjadi di pesisir Iberia Parish, sebuah pulau kecil di tepi Teluk Vermilion terlihat suram dan tercemar. Tanah berlumpur yang menghitam oleh minyak masih menyebar, dan genangan air menampilkan kilauan pelangi tanda khas pencemaran minyak.
Tumpahan yang berasal dari kebocoran di pipa injeksi air garam milik Texas Petroleum Investment Co. ini terjadi pada 2 Maret 2025 lalu. Laporan resmi menyebut sekitar tiga barel minyak mentah tumpah, namun warga setempat memperkirakan jumlah sebenarnya lebih besar, mencapai lima barel atau sekitar 200 galon. Walaupun tergolong kecil menurut standar Louisiana, yang setiap tahunnya mencatat sekitar 1.000 tumpahan minyak, dampaknya tetap serius, terutama bagi kawasan ekosistem sensitif seperti Pulau Weeks.
Warga setempat dan aktivis lingkungan menyoroti lambannya respons negara bagian terhadap insiden ini. David Levy, mantan anggota Oilfield Site Restoration Commission, menyebut upaya pembersihan sangat minim.
“Mereka cuma lempar beberapa bantalan penyerap minyak dan membiarkan alam yang menyelesaikannya,” katanya. “Harusnya mereka turunkan kapal penyedot vakum atau alat khusus, bukan tunggu hujan bawa minyak ke Teluk Vermilion.”
Situasi ini memperkuat kekhawatiran tentang lemahnya penegakan regulasi di bawah pemerintahan Gubernur Jeff Landry. Setelah mengambil alih jabatan, Landry merombak sejumlah lembaga, termasuk memindahkan Louisiana Oil Spill Coordinator’s Office (LOSCO) ke bawah naungan Department of Energy and Natural Resources (LDENR). Yang memicu kontroversi adalah pemilihan Tyler Gray, mantan direktur asosiasi industri minyak, sebagai kepala LDENR.
Banyak pegawai senior di Department of Environmental Quality (LDEQ) mengundurkan diri setelah Landry menunjuk Aurelia Giacometto, mantan pejabat era Trump, sebagai sekretaris baru. Survei internal menunjukkan menurunnya semangat kerja dan adanya tekanan untuk mengabaikan regulasi lingkungan.
Sementara itu, LOSCO kekurangan tenaga. Dari 21 posisi permanen, 8 masih kosong sejak Oktober lalu. Ini memperburuk kemampuan negara bagian untuk menanggapi dan mendokumentasikan insiden seperti tumpahan di Pulau Weeks.
“Database online LOSCO hanya mencatat lima insiden tahun ini, padahal kami menemukan 48 berdasarkan data publik,” ungkap Scott Eustis dari organisasi Healthy Gulf.
Crabber dan nelayan lokal yang menggantungkan hidup dari Teluk Vermilion juga mulai resah. Mereka mengaku sering melihat kilau minyak di perairan, namun tidak tahu harus melapor ke siapa. Bahkan jika mereka melapor, banyak yang pesimis akan ditindaklanjuti.
“Saya sudah berhenti melapor,” kata Levy. “Tidak ada gunanya.”
Ini bukan kali pertama Texas Petroleum Investment Co. mencemari area ini. Tahun lalu, perusahaan ini didenda $599.700 oleh EPA karena pelanggaran emisi dan Undang-Undang Udara Bersih. Namun, denda seperti itu jarang benar-benar dijatuhkan atau ditegakkan oleh negara bagian.
Dengan latar belakang deregulasi dari pemerintahan Trump dan potensi pemangkasan staf seperti era Gubernur Bobby Jindal, banyak pihak khawatir penanganan tumpahan minyak di Louisiana akan semakin mundur. Apalagi, dari lebih dari 3.600 tumpahan sejak 1992, hanya 4% yang mendapat penilaian kerusakan sumber daya alam.
Tumpahan di Weeks Island menjadi simbol dari masalah yang lebih besar: lemahnya penegakan hukum lingkungan di negara bagian dengan sejarah panjang eksploitasi minyak dan gas. Ketika alam masih berjuang menghapus jejak minyak di tanahnya, pertanyaan yang muncul bukan hanya soal siapa yang bertanggung jawab, tapi juga: apakah ada yang benar-benar peduli?
Sumber : wwno.org