Jakarta, Portonews.com – Tumpahan bahan bakar minyak yang terjadi di Selat Kerch tiga minggu lalu mengungkapkan dampak ekologis yang besar, khususnya terhadap kehidupan laut. Dua kapal tanker yang dilanda badai menyebabkan lebih dari 30 lumba-lumba ditemukan mati di perairan yang memisahkan Semenanjung Krimea dari wilayah Krasnodar, Rusia. Peristiwa ini menambah daftar panjang bencana alam yang mengancam keberadaan spesies-spesies laut yang sudah rentan.
Pusat Penyelamatan dan Penelitian Lumba-lumba Delfa Rusia menyatakan bahwa kematian lumba-lumba tersebut “kemungkinan besar disebabkan oleh tumpahan bahan bakar minyak.”
Melalui aplikasi Telegram, pusat tersebut melaporkan bahwa sebanyak 61 cetacea, mamalia laut termasuk paus dan lumba-lumba tercatat telah mati sejak insiden itu. Namun, dilihat dari kondisi fisik menunjukkan bahwa 29 lainnya diperkirakan telah mati sebelum tumpahan minyak terjadi. “Dilihat dari kondisi fisiknya, kemungkinan besar mayoritas lumba-lumba ini mati dalam sepuluh hari pertama setelah bencana. Sekarang, jasat mereka terus dibawa arus laut,” jelas pusat itu, seraya mencatat bahwa sebagian besar lumba-lumba yang mati berasal dari spesies Azov yang terancam punah. seperti dilansir dari laman www.npr.org.
Di sisi lain, Kementerian Keadaan Darurat Rusia mengungkapkan bahwa lebih dari 96.000 ton pasir dan tanah yang tercemar telah dipindahkan oleh pihak berwenang dan relawan di sepanjang pantai distrik Anapa dan Temryuk di wilayah Krasnodar.
Pejabat yang ditunjuk oleh Rusia di Krimea mengumumkan keadaan darurat regional pada hari Sabtu setelah minyak terdeteksi di pantai Sevastopol, sekitar 250 kilometer dari Selat Kerch.
Pada 23 Desember, kementerian memperkirakan hingga 200.000 ton mazut, produk minyak berat berkualitas rendah, telah mencemari perairan.
Presiden Rusia, Vladimir Putin, menyebut insiden ini sebagai “bencana ekologis.”
Selat Kerch, jalur pelayaran internasional yang vital, menghubungkan Laut Azov dengan Laut Hitam, dan wilayah ini telah lama menjadi titik ketegangan antara Rusia dan Ukraina. Setelah Rusia mencaplok Krimea pada 2014, ketegangan meningkat, dan pada 2016, Ukraina menggugat Rusia di Pengadilan Arbitrase Permanen, menuduhnya berusaha menguasai wilayah tersebut secara ilegal. Pada 2021, Rusia bahkan menutup Selat Kerch selama beberapa bulan.
Mykhailo Podolyak, penasihat kepala kantor Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, menggambarkan tumpahan minyak bulan lalu sebagai “bencana lingkungan skala besar” dan mendesak agar sanksi tambahan dikenakan terhadap kapal-kapal tanker Rusia.