Jakarta, Portonews.com – Sebuah insiden kebocoran minyak solar yang cukup besar terjadi di Singapura, sekitar 23 ton bahan bakar solar tumpah dari fasilitas Pangkalan Regional Polisi Penjaga Pantai Brani, yang terletak di perairan selatan Singapura, Rabu (5/2) lalu. Insiden ini memicu kekhawatiran terkait dampaknya terhadap lingkungan, meski tidak terlihat tumpahan minyak besar di perairan tersebut.
Menurut pernyataan yang dirilis pada Kamis (6/2), Kepolisian Singapura, Otoritas Maritim dan Pelabuhan Singapura (MPA), serta Badan Lingkungan Hidup Nasional menyatakan bahwa kebocoran minyak terdeteksi pada pukul 11.40 pada 5 Februari dan berhasil “diisolasi” sekitar pukul 15.40 pada hari yang sama. Kebocoran disebabkan oleh selang bahan bakar rusak yang digunakan untuk mengisi bahan bakar kapal patroli di Selat Sengkir.
Meski pihak berwenang menyebutkan bahwa tidak ada tumpahan minyak yang terlihat, sejumlah laporan dari masyarakat mengungkapkan penemuan bercak minyak di beberapa titik perairan, termasuk di sekitar pulau resor Sentosa.
Sirius Ng, seorang pendayung cadik di Singapore Paddle Club, menceritakan kepada The Straits Times bahwa pada pagi 6 Februari, ia melihat bercak minyak di sepanjang pantai barat daya Sentosa, dari Tanjong Rimau hingga Pantai Tanjong. “Tumpahannya cukup luas,” ujarnya, menambahkan bahwa bau minyak dapat tercium sebelum mereka menyadari bahwa mereka mendayung di perairan yang tercemar minyak. “Minyak membuat kami sulit untuk memegang dayung,” tambahnya, menyebutkan bahwa mereka harus membersihkan perahu mereka dengan menyeluruh setelah latihan.
Meski begitu, pihak berwenang menyatakan bahwa operasi pelabuhan dan navigasi tidak terpengaruh, dan upaya pembersihan segera dilakukan. Polisi Penjaga Pantai dan MPA mengerahkan kapal patroli dan berbagai sumber daya untuk membersihkan bercak minyak yang terlihat. Kontraktor juga dilibatkan dalam upaya tersebut.
Sentosa Development Corporation memastikan bahwa tidak ada penampakan atau bau minyak di pantai Tanjong, Palawan, dan Siloso, seperti dilansir laman The Straits Times Jum’at (7/2). Untuk menjaga keamanan, pihak berwenang telah memasang boom penyerap minyak dan deflective boom di sekitar pantai-pantai tersebut.

Kejadian ini bukanlah yang pertama kali bagi Singapura dalam menghadapi tumpahan minyak. Pada 14 Juni 2024, negara ini mengalami tumpahan minyak terburuk dalam satu dekade, dengan lebih dari 400 ton minyak bocor ke perairan setelah kapal pengerukan menabrak kapal tanker di Terminal Pasir Panjang. Tumpahan ini menyebabkan kerusakan yang meluas, mencakup kawasan Cagar Alam Labrador, Sentosa, East Coast Park, dan Kepulauan Selatan, serta memerlukan upaya pembersihan besar-besaran yang berlangsung selama tiga bulan.
Kebocoran minyak lainnya terjadi pada 20 Oktober 2024, ketika sekitar 30 hingga 40 ton minyak bocor dari pipa darat fasilitas kilang minyak Shell ke perairan Pulau Bukom dan Bukom Kechil. Insiden serupa juga terjadi pada 28 Oktober 2024 dan Desember 2024, dengan beberapa ton minyak bocor ke laut selama operasi bunker dan dari unit pemrosesan Shell.
Pihak berwenang berjanji akan terus memantau situasi dan memberikan pembaruan terkait upaya pembersihan serta dampaknya terhadap lingkungan sekitar.