Jakarta, Portonews.com – Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) melalui Kepala Divisi Media dan Publikasi, Bayu Yusya, menyuarakan keprihatinannya terhadap proses revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang dilakukan oleh DPR RI. Menurut Bayu, revisi tersebut tidak memenuhi syarat formil dan material serta dikerjakan tanpa partisipasi publik yang memadai.
Bayu menyatakan bahwa revisi UU Minerba yang disusun oleh Badan Legislasi DPR tidak melalui tahap perencanaan yang semestinya. Ia menyebut bahwa rancangan tersebut tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), sehingga alasan kumulatif terbuka yang digunakan tidak tepat.
“Revisi UU Minerba tidak memenuhi syarat formil karena tidak melalui perencanaan, tidak masuk Prolegnas, dan penggunaan alasan kumulatif terbuka mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi yang tidak lagi relevan,” ujar Bayu dalam keterangannya kepada media, Selasa (21/1).
Ia mencontohkan putusan MK pada Desember 2024 yang menolak judicial review terkait pengaturan Ormas mendapatkan lokasi tambang. Putusan tersebut menegaskan tidak ada masalah konstitusionalitas dalam UU Minerba yang sedang direvisi, sehingga urgensi revisi menjadi dipertanyakan.
Selain itu, Bayu menyoroti modus revisi yang dilakukan secara mendadak oleh Badan Legislasi tanpa melalui Komisi XII yang membidangi pertambangan, serta kurangnya sosialisasi dan transparansi.
“Revisi ini dilakukan tiba-tiba tanpa melibatkan publik, yang mencurigakan sebagai modus diam-diam demi kepentingan tertentu,” tambah Bayu.
Secara material, menurutnya, revisi ini tidak hanya fokus pada jaminan pemanfaatan ruang sesuai Putusan MK sebelumnya, tetapi juga memperluas pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada berbagai pihak seperti perguruan tinggi, BUMN, BUMD, ormas keagamaan, dan badan usaha swasta tanpa melalui mekanisme lelang yang transparan.
“Revisi ini memungkinkan pemerintah memberikan IUP secara prioritas kepada siapa pun, tanpa lelang, yang berbahaya dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Ini hanya melanjutkan praktik ‘bagi-bagi’ dengan kedok prioritas,” tegas Bayu.
Menyikapi hal ini, Bayu Yusya mendesak agar proses revisi UU Minerba ini dihentikan dan pemerintah tidak mengirimkan Surat Presiden kepada DPR atau melanjutkan pembahasan lebih lanjut.
Dalam pandangannya, langkah-langkah tersebut penting untuk mencegah pembentukan regulasi yang tidak transparan dan berpotensi merugikan kepentingan publik serta industri pertambangan nasional.