Jakarta, Portonews.com – Sampah, yang semakin menumpuk setiap hari, bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga masalah biaya yang besar. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengingatkan bahwa penanganan sampah memerlukan biaya yang tidak sedikit, dan hal ini harus menjadi perhatian serius. Dalam diskusi daring yang diadakan pada Selasa (25/3), Agus Puyi, Penyuluh Lingkungan dari Direktorat Penanganan Sampah KLH, menjelaskan pentingnya memperhitungkan biaya dalam pengelolaan sampah, sekaligus mencari solusi untuk mengurangi timbulan sampah sejak awal.
“Kalau sudah menjadi sampah, apapun bentuknya, itu menjadi biaya, jadi cost. Begitu kita jadikan sampah itu harus ada duit di situ untuk mengolahnya,” ujar Agus, menegaskan bahwa sampah yang sudah terakumulasi memerlukan biaya untuk pengolahan dan pengelolaannya.
Agus juga menyampaikan bahwa setiap individu menghasilkan sampah dalam jumlah tertentu, dan bila dihitung secara keseluruhan, jumlahnya akan sangat besar. Sebagai contoh, Jakarta diperkirakan menghasilkan sekitar 8.000 ton sampah per hari. Jumlah ini menunjukkan betapa pentingnya langkah-langkah pengurangan sampah agar beban pengelolaan tidak semakin membengkak.
Pengelolaan sampah merupakan tanggung jawab utama pemerintah daerah (pemda), termasuk kabupaten/kota, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Namun, kenyataannya banyak pemda yang belum memiliki anggaran yang memadai untuk pengelolaan sampah yang optimal. Berdasarkan data KLH, rata-rata pemda hanya menganggarkan sekitar 0,6 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), angka ini jauh lebih rendah dari anggaran minimal 3 persen yang seharusnya dibutuhkan untuk pengelolaan sampah yang efektif.
Selain itu, Agus mengungkapkan bahwa banyak Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang kini telah melampaui kapasitas, akibat dari sampah yang tidak dipilah dengan baik dan kurangnya upaya pengurangan sampah yang maksimal. Bahkan, beberapa TPA sudah mulai bocor dan mencemari lingkungan sekitar.
Untuk mengatasi masalah ini, KLH telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 02 Tahun 2024 tentang Gerakan Gaya Hidup Sadar Sampah. Surat edaran ini bertujuan untuk mendorong masyarakat melakukan pengurangan timbulan sampah, memilah sampah, serta memanfaatkan kembali dan mengolah sampah dengan cara yang lebih berkelanjutan.
KLH juga mendorong adanya peningkatan tanggung jawab produsen dalam pengelolaan sampah melalui konsep extended producer responsibility (EPR). Dalam hal ini, produsen diharapkan dapat mengambil kembali produk mereka untuk diolah atau digunakan kembali, sejalan dengan prinsip ekonomi sirkular.
“Kalau ada, produsennya harus tanggung jawab,” jelas Agus, menekankan bahwa kemasan merupakan kebutuhan produsen, sementara masyarakat hanya membutuhkan produk itu sendiri. Oleh karena itu, KLH mendorong produsen untuk mengurangi penggunaan kemasan sekali pakai.
Dikutip dari laman Antara, berdasarkan data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) milik KLH, total timbulan sampah yang dilaporkan oleh 307 kabupaten/kota di seluruh Indonesia pada tahun 2024 diperkirakan mencapai 33,34 juta ton. Dari jumlah tersebut, sampah makanan menjadi jenis sampah terbesar, dengan persentase mencapai 39,41 persen, diikuti oleh sampah plastik yang mencakup 19,55 persen.
Dengan tantangan yang semakin besar, KLH terus mendorong peran aktif semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun produsen untuk berkolaborasi dalam mengurangi dampak negatif sampah terhadap lingkungan.