Jakarta, Portonews.com – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjadi tempat digelarnya sidang lanjutan kasus suap dan gratifikasi yang melibatkan dua hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Erintuah Damanik dan Mangapul, Selasa, 7 Januari 2025. Keduanya sebelumnya memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur dalam perkara penganiayaan dan pembunuhan Dini Sera.
Sidang kali ini menghadirkan empat saksi dari pihak jaksa penuntut umum untuk membuktikan dugaan suap dan gratifikasi. Ketua majelis hakim Teguh Santoso membuka sidang dengan menyatakan, “Sebagaimana penundaan persidangan sebelumnya, hari ini adalah kesempatan penuntut umum untuk mengajukan pembuktian dengan menghadirkan saksi-saksinya.”
Empat saksi yang hadir adalah Rita Sidauruk, istri Erintuah, dan Martha Pangabean, istri Mangapul. Selain itu, Diah Kartikawati, Kepala Cabang Money Changer Dua Sisi di Tunjungan Plaza, Surabaya, dan Pranoto Wibowo, Direktur PT Golden Trimulia Valasindo, juga memberikan kesaksian.
Diah Kartikawati, Kepala Cabang Money Changer Dua Sisi di Tunjungan Plaza, Surabaya, mengungkapkan fakta baru yang menguatkan dugaan aliran dana ilegal. Ia mengindikasikan adanya transaksi penukaran valuta asing (valas) yang melibatkan keluarga terdakwa. Transaksi tersebut mencurigakan karena menggunakan identitas dengan beberapa KTP berbeda.
“Kami telah melaporkan aktivitas ini ke PPATK karena sesuai prosedur, transaksi dengan indikasi mencurigakan wajib diteruskan untuk penyelidikan lebih lanjut,” ujar Diah saat memberikan kesaksian di persidangan. Temuan ini memperkuat dugaan bahwa dana gratifikasi yang diterima para hakim berasal dari sumber yang disamarkan melalui transaksi penukaran valas.
Keterangan Diah Kartikawati menjadi salah satu bukti penting dalam kasus ini. Jaksa penuntut umum menilai bahwa transaksi valas yang dilaporkan ke PPATK tersebut merupakan bagian dari upaya mencuci uang hasil suap.
Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum mengungkapkan bahwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul menerima suap sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu atau sekitar Rp 3,67 miliar. Suap tersebut diduga berasal dari pengacara Lisa Rachmat sebagai imbalan untuk menjatuhkan vonis bebas kepada Ronald Tannur.
Selain itu, jaksa menyebutkan Erintuah Damanik menerima gratifikasi tambahan senilai Rp 97,5 juta, SGD 32 ribu, dan RM 35.992,25. Mangapul didakwa menerima uang tunai sebesar Rp 21,4 juta, USD 2.000, dan SGD 6.000. Sementara Heru Hanindyo menerima gratifikasi berupa uang sejumlah Rp 104,5 juta, USD 18.400, SGD 19.100, ¥ 100.000, € 6.000, dan SAR 21.715.
Ketiga hakim didakwa melanggar Pasal 12c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Adapun penerimaan gratifikasi mereka dijerat Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, terdakwa Heru Hanindyo telah mengajukan eksepsi atau nota keberatan terhadap dakwaan tersebut. Namun, Erintuah Damanik dan Mangapul memilih melanjutkan sidang ke tahap pembuktian.
Dalam sidang tersebut, jaksa penuntut umum menyoroti peran masing-masing saksi yang dihadirkan. Rita Sidauruk, istri Erintuah Damanik, dimintai keterangan terkait aliran uang yang masuk ke rekening keluarga mereka. Hal serupa juga dilakukan terhadap Martha Pangabean, istri hakim Mangapul, yang diduga mengetahui aktivitas keuangan suaminya yang tidak wajar.
Sementara itu, Diah Kartikawati, Kepala Cabang Money Changer Dua Sisi, memberikan keterangan terkait transaksi pertukaran mata uang asing yang melibatkan nama terdakwa. “Sebagian transaksi dilakukan melalui identitas yang kami identifikasi sebagai pihak ketiga,” ujarnya di persidangan.
Pranoto Wibowo, Direktur PT Golden Trimulia Valasindo, juga memberikan kesaksian mengenai dugaan pencucian uang terkait dana yang diterima oleh para hakim. Menurut jaksa, uang tersebut berasal dari klien mereka yang terlibat kasus hukum dan digunakan untuk memengaruhi putusan pengadilan. (*)