Jakarta, Portonews.com – Impor barang dengan mekanisme rush handling pada dasarnya mengikuti prinsip yang sama dengan prosedur impor standar. Perbedaan utamanya terletak pada fleksibilitas pengeluaran barang, di mana barang dapat dikeluarkan dari kawasan pabean segera setelah importir menyerahkan dokumen pelengkap pabean dan jaminan (jika ada kewajiban bea masuk atau PDRI). Kewajiban untuk mengajukan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan menyelesaikan bea masuk serta PDRI baru dilakukan setelah barang keluar, dengan batas waktu maksimal tujuh hari setelah Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) diterbitkan.
Kemudahan prosedur ini semakin dirasakan berkat pemanfaatan sistem Indonesia National Single Window (INSW) atau sistem komputer pelayanan (SKP) untuk memeriksa barang yang termasuk kategori larangan dan pembatasan (lartas). Saat importir mengajukan permohonan rush handling, SKP akan terlebih dahulu memeriksa kelengkapan dokumen, sebelum diteruskan ke INSW untuk penelitian lebih lanjut terkait lartas. Jika INSW tidak dapat melakukan penelitian, maka tugas tersebut dapat dialihkan ke SKP atau pejabat Bea Cukai terkait.
Setelah melalui penelitian lartas, SKP akan memeriksa apakah barang tersebut memenuhi kriteria untuk rush handling. Jika barang memenuhi syarat, SKP akan meminta importir untuk menyerahkan jaminan. Jika tidak, permohonan akan diteruskan ke Kepala Kantor Pabean atau pejabat Bea Cukai untuk disetujui atau ditolak.
Begitu jaminan diterima dan importir memperoleh Bukti Penerimaan Jaminan (BPJ), permohonan rush handling akan diproses lebih lanjut oleh pejabat Bea Cukai untuk diberikan nomor dan tanggal pendaftaran. Proses dilanjutkan dengan penelitian dokumen serta pemeriksaan fisik berdasarkan manajemen risiko, sebelum Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) terbit.
Prosedur ini memastikan bahwa barang yang diajukan untuk rush handling dapat diproses dengan cepat, dengan persetujuan pengeluaran barang yang terbit dalam waktu maksimal dua jam setelah permohonan diterima lengkap. Untuk barang yang memerlukan izin tambahan dari pejabat Bea Cukai, persetujuan tersebut dapat keluar dalam waktu lima jam setelah permohonan diterima.
Rush handling merupakan bentuk pelayanan kepabeanan yang diberikan untuk barang impor tertentu yang sifatnya mendesak, baik karena kondisi yang peka terhadap waktu maupun keadaan tertentu yang memerlukan penanganan segera.
Dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas prosedur ini, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan peraturan terbaru yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 26 Tahun 2024, yang mengubah PMK-74/PMK.04/2021 tentang Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai dengan Pelayanan Segera. Peraturan ini mulai berlaku pada 29 Mei 2024.
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Budi Prasetiyo, menjelaskan bahwa sebelum peraturan ini diberlakukan, hampir 80% barang impor yang membutuhkan pelayanan segera tidak termasuk dalam kategori rush handling, sehingga memerlukan persetujuan khusus dari pejabat atau Kepala Kantor Pabean.
“Akhirnya, pemerintah menerbitkan PMK Nomor 26 Tahun 2024 tersebut untuk menambahkan kategori barang rush handling, dari yang semula 10 barang menjadi 13 kategori barang barang rush handling,” kata Budi di Jakarta, Rabu (8/1/2025).
Ia merinci ke-13 jenis barang yang kini memenuhi syarat untuk mendapatkan fasilitas rush handling, antara lain jenazah dan abu jenazah; organ tubuh manusia seperti ginjal, kornea mata, atau darah; barang berpotensi merusak lingkungan seperti bahan radiasi; binatang hidup; tumbuhan hidup; surat kabar dan majalah yang peka waktu; dokumen (surat); uang kertas asing (banknotes); vaksin atau obat-obatan untuk manusia yang membutuhkan penanganan khusus dan peka waktu; tanaman potong segar (seperti bunga, daun, dahan); ikan atau daging ikan segar atau dingin; daging selain ikan dalam kondisi serupa; serta barang lainnya yang telah mendapatkan izin dari Kepala Kantor Pabean atau pejabat Bea Cukai yang ditunjuk.
Dengan adanya perubahan ini, diharapkan proses pengeluaran barang impor yang membutuhkan penanganan cepat dapat berjalan lebih lancar, memberikan keuntungan bagi para importir, serta meningkatkan efektivitas pelayanan kepabeanan di Indonesia.