Serang, Portonews.com – Kebijakan menghentikan impor beras yang digagas oleh Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mulai menunjukkan dampaknya di pasar internasional. Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, mengungkapkan bahwa langkah ini telah turut menurunkan harga beras global secara signifikan.
“Izin Pak Menko Pangan, kebijakan ini ternyata membawa pengaruh besar pada harga beras dunia. Ketika diumumkan bahwa Indonesia tidak lagi mengimpor empat produk pangan, termasuk beras, harga di pasar global mulai turun,” ujar Arief dalam Rapat Koordinasi Bidang Pangan di Pendopo Gubernur Banten, Serang, bersama Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, pada Jumat (10/1).
Menurut Arief, harga beras dari berbagai negara eksportir seperti Thailand, Vietnam, Pakistan, dan Myanmar mulai mengalami penurunan yang cukup signifikan. Ia mencatat bahwa harga beras yang sebelumnya berkisar di 640 dolar AS per metrik ton kini berada di kisaran 400 dolar AS per metrik ton.
“Hari ini harganya sudah mendekati 400-an dolar AS per metrik ton. Ini pencapaian luar biasa dari kebijakan pemerintah,” tambahnya.
Data yang dihimpun Bapanas menunjukkan bahwa pada Januari 2024, rata-rata harga beras putih dengan kadar pecahan 5 persen dari negara-negara produsen besar berada di rentang 622 hingga 655 dolar AS per metrik ton. Namun, setelah pengumuman Indonesia menghentikan impor beras pada Desember 2024, harga mulai turun hingga mencapai rentang 455 hingga 514 dolar AS per metrik ton.
“Pada bulan ini, India juga telah membuka kembali ekspor berasnya, sehingga tren penurunan harga semakin terlihat. Per 8 Januari 2025, harga beras putih global turun ke rentang 430 hingga 490 dolar AS per metrik ton,” jelas Arief.
Menurut laporan The FAO All Rice Price Index (FARPI), indeks harga beras dunia pada Desember 2024 turun 1,2 persen dibandingkan bulan sebelumnya, menjadi 119,2 poin. Namun, sepanjang tahun 2024, indeks FARPI masih menunjukkan kenaikan rata-rata sebesar 0,8 persen dibandingkan tahun 2023.
Di sisi lain, kebijakan ini tidak hanya berdampak pada pasar global, tetapi juga mendukung kesejahteraan petani di dalam negeri. Indeks Nilai Tukar Petani Pangan (NTPP), yang mencerminkan kesejahteraan petani, mencatat rekor tertinggi selama lima tahun terakhir. Pada Februari 2024, NTPP mencapai 120,30, sementara di Desember 2024 masih berada di level yang cukup baik, yakni 108,90.
Arief juga menyoroti bahwa harga beras di tingkat petani telah disesuaikan agar memberikan keuntungan menjelang musim panen raya. “Harga global memang turun, tetapi harga untuk petani kita tetap dijaga agar menguntungkan. Terima kasih untuk kebijakan yang berpihak kepada petani Indonesia,” katanya.
Dampak positif kebijakan ini juga tercermin dari tingkat inflasi yang terkendali. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahunan pada 2024 sebesar 1,54 persen, angka terendah sejak 1958. Penurunan inflasi ini sebagian besar dipengaruhi oleh stabilitas harga pangan sepanjang tahun.
Menurut Arief, keberhasilan ini merupakan hasil sinergi antara produksi di hulu dan pengelolaan harga di hilir. “Di hulu, petani terus berproduksi dan mendapatkan harga yang layak. Di hilir, inflasi pangan terkendali dengan baik,” jelasnya.
Bapanas dan Bulog, lanjut Arief, juga telah mempersiapkan langkah-langkah untuk memastikan hasil panen petani terserap sepenuhnya. “Sesuai arahan Presiden Prabowo, kami akan memastikan gabah hasil panen petani bisa terserap dengan maksimal,” tegasnya.
Dengan terciptanya ekosistem pangan yang seimbang, pemerintah optimis dapat menjaga stabilitas harga sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani. Kebijakan ini diharapkan mampu memperkuat ketahanan pangan nasional sekaligus memperbaiki posisi Indonesia di pasar pangan global.