Jakarta, Portonews.com – Pemerintah tengah merancang insentif baru guna mengimbangi dampak kebijakan pajak minimum global (global minimum tax/GMT) yang dipatok sebesar 15 persen. Menteri Investasi dan Hilirisasi yang juga Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Rosan Roeslani, menyatakan kebijakan GMT berpotensi memengaruhi penerapan insentif pembebasan pajak (tax holiday) di Indonesia.
“Kami sedang mengkaji bentuk insentif lain, terutama yang bersifat nonfiskal, sebagai pengganti tax holiday yang terdampak GMT. Kami akan berkoordinasi dengan kementerian terkait, terutama Kementerian Keuangan,” ujar Rosan dalam acara “Semangat Awal Tahun 2025” di Jakarta, Rabu (15/1).
Rosan menjelaskan, BKPM dan Kemenkeu tengah membahas implikasi dari GMT terhadap berbagai kebijakan fiskal yang selama ini menjadi daya tarik investor. Ia mencontohkan, penetapan pajak minimum global 15 persen bisa mengurangi ruang tax holiday yang dapat diberikan pemerintah Indonesia, mengingat tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan di Indonesia saat ini adalah 22 persen.
Secara hitung-hitungan, tax holiday tertinggi yang bisa diberikan sebenarnya hanya sebesar 7 persen (22 persen dikurangi 15 persen), karena perusahaan multinasional dengan pendapatan global di atas 750 juta euro diwajibkan membayar pajak tambahan (top-up tax) di negara asal jika di yurisdiksi tertentu hanya dibebani pajak di bawah 15 persen.
Pemerintah sebelumnya memperpanjang masa berlaku tax holiday hingga 31 Desember 2025, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2024. Melalui beleid tersebut, korporasi di industri pionir dapat mengajukan pembebasan PPh Badan hingga 100 persen (efektif 0 persen). Namun, dengan GMT, perusahaan multinasional yang tarif efektifnya berada di bawah 15 persen akan dikenakan pungutan pajak minimum domestik.
“Ketika pengurangan PPh badan menyebabkan tarif efektif di bawah 15 persen, maka perusahaan akan dikenai pajak tambahan minimum domestik,” jelas Rosan.
Sebagai respons, pemerintah berencana mengutamakan insentif nonfiskal. Adapun beberapa opsi insentif nonfiskal yang sedang digodok mencakup kemudahan perizinan, peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM), serta dukungan infrastruktur yang diharapkan mampu menarik investor tanpa melanggar prinsip GMT.
Pajak minimum global 15 persen merupakan kesepakatan dalam Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GLoBE) yang bertujuan mengurangi praktik pengalihan keuntungan ke yurisdiksi pajak rendah. Jika tarif efektif di suatu negara di bawah 15 persen, negara asal perusahaan multinasional dapat mengenakan pajak tambahan hingga mencapai tarif minimum tersebut.
“Saya optimistis kebijakan dan insentif baru ini akan mampu menjaga daya saing investasi Indonesia di tengah perubahan lanskap pajak global,” pungkas Rosan.