Jakarta, Portonews.com – Dalam upaya memperkuat koordinasi antar Kementerian dan Lembaga, serta menjalin dialog dengan asosiasi pelaku usaha, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk merespons kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan Amerika Serikat. Langkah ini bertujuan untuk menjaga daya saing produk Indonesia di pasar global serta melindungi kepentingan ekonomi nasional.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa pemerintah akan terus memantau perkembangan kebijakan tersebut dan berkolaborasi erat dengan seluruh pelaku usaha. “Pemerintah akan terus monitor secara berkala dan cepat, dan juga dengan seluruh pengusaha. We have been doing this before, and we can do it. Jadi, tidak semuanya gelap. Perekonomian dunia itu 83% non-Amerika. Jadi, kita mesti speed up perekonomian dengan yang 83%,” ujar Airlangga dalam kegiatan Sosialisasi dan Masukan Asosiasi Pelaku Usaha terkait Kebijakan Tarif Resiprokal Amerika Serikat yang dilaksanakan secara hybrid pada Senin, 7 April 2025.
Forum sosialisasi tersebut diadakan untuk mengumpulkan masukan dari pelaku usaha, yang sejalan dengan upaya Indonesia dalam proses negosiasi dengan Amerika Serikat. Kebijakan tarif baru tersebut diperkirakan akan berdampak besar terhadap beberapa produk ekspor Indonesia, terutama komoditas yang padat karya.
Airlangga juga menekankan bahwa pemerintah telah memberikan berbagai fasilitas untuk perusahaan padat karya. “Terhadap perusahaan yang padat karya, kita sudah memberikan fasilitas. Bapak Presiden sudah menanyakan realisasinya seperti apa. Dan yang kedua, terhadap pekerja yang gajinya di bawah 10 juta, PPh ditanggung Pemerintah. Jadi, kita tidak ingin ini dijadikan momentum untuk PHK. Jadi, jangan ada PHK,” tegasnya.
Berbagai langkah strategis telah diambil pemerintah untuk mengantisipasi dampak kebijakan ini. Di antaranya adalah menghitung dampak tarif baru terhadap perekonomian Indonesia, menjaga stabilitas yield Surat Berharga Negara (SBN) di tengah gejolak pasar keuangan global, serta bekerja sama dengan Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan likuiditas valas. Semua langkah ini bertujuan untuk mendukung dunia usaha dan memelihara kestabilan ekonomi.
Menko Airlangga juga mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan untuk melakukan perbaikan struktural dan kebijakan deregulasi, termasuk penyederhanaan regulasi dan penghapusan regulasi yang menghambat, khususnya terkait dengan Non-Tariff Measures (NTMs). Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing Indonesia, menjaga kepercayaan pelaku pasar, serta menarik investasi guna mendukung pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah Indonesia juga telah berkoordinasi intensif dengan Amerika Serikat melalui tim lintas Kementerian dan Lembaga, melakukan pertemuan dengan United States Trade Representative (USTR) dan U.S. Chamber of Commerce. Selain itu, Menko Airlangga bertemu dengan Perdana Menteri Malaysia untuk memperkuat kerja sama ekonomi ASEAN, memilih diplomasi dan negosiasi sebagai langkah utama, bukan retaliasi. Sebagai bagian dari upaya ini, Indonesia juga sedang merevitalisasi Trade and Investment Framework Agreement (TIFA), dengan menambahkan isu sektor keuangan yang lebih relevan.
Dalam forum yang dihadiri oleh lebih dari 1.000 peserta secara hybrid, termasuk 100 asosiasi pelaku usaha, berbagai aspirasi dan masukan terkait kebijakan tarif baru AS disampaikan. Di antaranya adalah dorongan untuk memperkuat hubungan business-to-business serta penguatan industri dalam negeri.
Dalam sesi konferensi pers setelah forum, Menko Airlangga menyampaikan bahwa komunikasi antara Indonesia dan Amerika Serikat terus berlangsung intensif. Ia juga menegaskan bahwa hasil rapat koordinasi dengan pelaku usaha akan disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto. “Indonesia sendiri akan mendorong beberapa kesepakatan dan dengan beberapa negara ASEAN untuk mengkalibrasi sikap bersama ASEAN, dan ASEAN akan mengutamakan negosiasi. Jadi, ASEAN tidak mengambil langkah retaliasi, tetapi Indonesia dan Malaysia akan mendorong TIFA karena TIFA sendiri secara bilateral ditandatangani di tahun 1996 dan banyak isunya sudah tidak relevan lagi sehingga kita akan mendorong berbagai kebijakan itu masuk dalam TIFA,” ungkap Menko Airlangga.
Turut hadir dalam kesempatan tersebut Menteri Perdagangan Budi Santoso, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu, Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza, Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno, Kepala BKF Febrio Kacaribu, serta para perwakilan Kementerian/Lembaga dan asosiasi pelaku usaha.