Jakarta, Portonews.com – Aktivitas pembuangan sampah secara terbuka (open dumping) dan pembakaran ilegal di lahan terbuka di Kecamatan Limo, Kota Depok, telah berlangsung selama lebih dari 15 tahun. TPA liar ini terletak hanya beberapa ratus meter dari area pemukiman dan fasilitas umum seperti Kampus Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ) dan kantor Samsat Cinere, serta berada di sepanjang aliran Sungai Pesanggrahan. Keberadaan tempat pemrosesan sampah ilegal tersebut telah menimbulkan dampak buruk terhadap kesehatan dan lingkungan, mengganggu ribuan warga di sekitarnya.
Kegiatan ini, yang melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), berpotensi menyebabkan pencemaran udara dan air akibat pembakaran sampah, serta bau tak sedap yang mengganggu kenyamanan warga. Sejumlah wilayah di Kota Depok dan Tangerang Selatan seperti Kecamatan Limo, Cinere, dan Pamulang menjadi kawasan yang terdampak, melibatkan puluhan RT dan RW. Meski sudah ada protes dari warga sejak 2009, hingga kini TPA liar tersebut terus beroperasi tanpa ada tindakan tegas dari pihak berwenang.
Pada 4 November 2024, Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurrofiq, melakukan kunjungan ke lokasi TPA liar tersebut, melakukan penyegelan, dan menghentikan operasionalnya. Namun, meskipun KLH telah melakukan penyegelan, kegiatan pembuangan dan pembakaran sampah ilegal masih berlanjut, dan dampak kesehatan serta lingkungan yang ditimbulkan tetap menjadi masalah besar.
Pelanggaran terhadap hak warga untuk hidup di lingkungan yang bersih dan sehat, sebagaimana diatur dalam Pasal 28H UUD 1945 dan sejumlah undang-undang lainnya, semakin jelas terlihat. Warga merasa tidak dipedulikan oleh pemerintah yang membiarkan praktik ini berlangsung selama bertahun-tahun.
Pada Kamis, 2 Januari 2025, warga yang terdampak mengajukan pengaduan terkait dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Mereka meminta Komnas HAM untuk:
- Melakukan pemantauan kasus dugaan pelanggaran HAM akibat operasi TPA liar.
- Menyusun rekomendasi kepada Pemerintah Kota Depok, PT Megapolitan, Kementerian Lingkungan Hidup, serta kementerian terkait untuk menutup dan memulihkan lingkungan sekitar.
- Memfasilitasi dialog antara warga, pemerintah, PT Megapolitan, dan lembaga terkait untuk menyusun rencana aksi yang transparan dan akuntabel.
- Mendorong perlindungan bagi warga pejuang lingkungan dan HAM.
Komisioner Komnas HAM bidang pengaduan, Hari Kurniawan, menegaskan bahwa kasus ini adalah bentuk pembiaran yang melanggar hak atas lingkungan hidup yang sehat. “Komnas HAM akan menganalisa kasus ini untuk melihat pelanggaran HAM yang terjadi, termasuk hak atas lingkungan yang bersih dan sehat, dan hak dasar lainnya. Kami akan memanggil pihak-pihak terkait untuk dimintai keterangan,” ujar Hari.
Abdul Ghofar, Juru Kampanye Polusi dan Urban WALHI, yang mendampingi warga terdampak, menekankan bahwa praktik pembuangan dan pembakaran sampah ilegal di TPA Liar telah merenggut hak-hak dasar warga, terutama hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat. “Negara harus segera bertindak untuk menegakkan hukum, memulihkan lingkungan, dan memastikan hak-hak warga dipenuhi,” katanya.
Dodi Ariawanto, perwakilan Forum Warga Terdampak, berharap Komnas HAM dapat memperjuangkan hak mereka untuk hidup di lingkungan yang sehat dan bebas dari polusi. “Kami berharap pemerintah, baik Kota Depok maupun pemerintah pusat, dapat menjalankan kewajibannya dan segera menutup TPA liar serta merehabilitasi lahan yang telah tercemar,” tegasnya.
Kasus ini semakin menegaskan pentingnya penegakan hukum dalam melindungi hak lingkungan hidup warga, serta peran negara dalam memastikan lingkungan yang bersih dan sehat bagi seluruh masyarakat.
Sumber : Walhi