Jakarta, Portonews.com – Kondisi pesisir Jawa Tengah saat ini berada dalam ancaman yang semakin nyata. Desa-desa yang dulu berdiri kokoh kini tenggelam, ekosistem pesisir hancur, dan mata pencaharian masyarakat terancam hilang. Fenomena ini bukan sekadar dampak dari perubahan iklim, tetapi juga akibat kebijakan pembangunan yang tidak memperhatikan kelestarian alam. Sebagai upaya untuk mengedukasi dan menggerakkan masyarakat serta pengambil kebijakan, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) meluncurkan program Media Fellowship “Jurnalis Peduli Pesisir, Selamatkan Urip Wong Jateng” pada Kamis (24/1) lalu.
Program ini bertujuan untuk melibatkan para jurnalis, pers mahasiswa, hingga komunitas muda pesisir untuk mengungkap dan menyadarkan masyarakat dan pengambil kebijakan akan pentingnya menjaga kelestarian pesisir.
Melalui karya-karya jurnalistik yang berkualitas, serta kolaborasi berbagi pengetahuan dan pemahaman dengan masyarakat pesisir, diharapkan dapat mendorong perubahan kebijakan dan tindakan nyata untuk menyelamatkan pesisir Jawa Tengah (Jateng).
Direktur WALHI Jateng, Fahmi Bastian, menjelaskan bahwa lebih dari seribu desa pesisir di Indonesia telah tenggelam pada tahun 2020, dan Jateng menjadi salah satu daerah dengan jumlah kasus tertinggi yaitu 109 desa dan prediksi ke depan akan bertambah dengan melihat kondisi desa-desa pesisir saat ini .
Desa-desa seperti Timbulsloko, Bedono, dan Sriwulan di Demak kini telah berubah menjadi rawa-rawa atau bahkan lautan. Selain itu, proyek-proyek pembangunan seperti Tol Tanggul Laut Semarang Demak (TTLSD), reklamasi, pembangunan kawasan industri dan penambangan pasir laut juga membantu memperbaiki situasi. “Kami bukannya anti pembangunan, tapi kami melihat kebijakan pemerintah yang ia bangun untuk menyejahterakan ekosistem masyarakat dan ekosistem pesisir sama sekali bertolak belakang dengan dampak yang dihasilkan.
Laut dan pesisir hanya dipandang sebagai komoditas yang menguntungkan investor, meminggirkan dan memiskinkan pesisir, dan malah merusak terumbu karang tempat rumah ikan, dan menghabisi hutan-hutan mangrove yang selama ini menjadi benteng pesisirnya masyarakat Jawa Tengah,” tandasnya.
Kegiatan peluncuran Media Fellowship ini didahului dengan acara Diskusi Publik yang menghadirkan sejumlah narasumber, termasuk pakar pesisir Hotma Uli Sidabalok dan perwakilan masyarakat dari wilayah terdampak seperti Bedono, Tambakrejo, dan Batang, yang juga menjadi desa terdampak krisis. Dalam sesi ini, para peserta diajak untuk memahami bagaimana kebijakan pembangunan yang tidak ramah lingkungan telah mengubah bentang alam dan kehidupan sosial budaya masyarakat pesisir Jawa Tengah.
Program Media fellowship ini didukung penuh oleh program FOCUS melalui dukungan Yayasan Humanis dan NORAD.Program FOCUS bertujuan untuk meningkatkan pengelolaan pesisir untuk menangani perubahan iklim dan risiko bencana dengan lebih baik dan menciptakan sistem pangan yang berkelanjutan bagi masyarakat nelayan di Jawa Tengah.
Melalui program Media Fellowship ini, WALHI berharap para jurnalis dapat menjadi mitra strategis dalam menyuarakan permasalahan pesisir kepada masyarakat. Program ini meliputi pelatihan, kunjungan lapangan ke wilayah terdampak, serta pendampingan untuk menghasilkan karya jurnalistik, foto esai, dan video dokumenter. Semua karya tersebut nantinya akan dikampanyekan secara kolektif dan dipamerkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. “Kami ingin media menjadi bagian penting dalam perjuangan ini. Melalui pemberitaan yang mendalam dan berbasis data, kami dapat menarik kesadaran masyarakat luas dan juga mendorong pemerintah untuk mengambil kebijakan yang berpihak pada lingkungan dan masyarakat pesisir,” ungkap Fahmi.
Program ini juga akan memberikan penghargaan khusus, yaitu Penghargaan Jurnalis Peduli Pesisir, kepada lima karya terbaik yang mampu memberikan dampak signifikan bagi advokasi pesisir.
“Kami percaya bahwa harapan itu masih ada. Melalui kolaborasi dengan media dan masyarakat, kita dapat memperbaiki dan memulihkan kondisi pesisir Jawa Tengah. Tidak hanya demi lingkungan, tetapi juga demi masa depan anak-anak kita di wilayah ini,” tutup Fahmi dengan penuh optimisme.