Jakarta, Portonews.com – Pembangunan pagar laut yang membentang sejauh lebih dari 30 kilometer di perairan Tangerang, Banten, kini menjadi sorotan. Zenzi Suhadi, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), menduga bahwa pagar tersebut dibangun untuk mendukung proyek reklamasi di Jakarta. Zenzi mengungkapkan bahwa kawasan itu sebelumnya merupakan bagian dari rencana pembangunan tanggul laut raksasa atau giant sea wall yang sempat diusulkan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
“Pagar bambu di Tangerang ini sangat kami yakini dibangun untuk reklamasi Jakarta. Dulu, area ini merupakan bagian dari proyek tanggul laut,” ujar Zenzi dalam sebuah wawancara pada Sabtu (11/1) seperti dilansir laman idntimes. Ia pun menanggapi klaim otoritas yang mengaku tidak tahu siapa pihak yang membangun pagar tersebut dengan skeptis. “Jika ada yang mengaku berwenang dan tidak tahu, saya malah curiga mereka terlibat,” tambahnya.
Pagar yang dibangun sepanjang 30,16 kilometer itu telah mengganggu aktivitas nelayan di sekitar kawasan tersebut. Walhi menduga pembangunan pagar ini berkaitan dengan upaya reklamasi dan penataan ruang yang lebih besar di pesisir Jakarta.
Meskipun pihak berwenang di Banten dan pemerintah pusat mengaku tidak memberikan izin untuk pembangunan pagar tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akhirnya mengambil langkah tegas dengan menyegel pagar laut tersebut pada Kamis (9/1). Menteri KKP, Sakti Wahyu Trenggono, menyebutkan bahwa tindakan selanjutnya, seperti pembongkaran pagar, membutuhkan prosedur yang lebih lanjut. “Kami akan melakukan penyelidikan untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab,” ujarnya, seperti yang dikutip dalam unggahan media sosial KKP pada Sabtu (11/1).
Trenggono juga mengungkapkan bahwa jika pelaku sudah diketahui, pihaknya akan memberikan denda administratif dan meminta agar pagar itu segera dibongkar.
Walhi juga menilai bahwa pihak pengembang yang membangun pagar tersebut tidak mungkin bertindak tanpa izin dari pemerintah. Zenzi menyebutkan bahwa para pengembang biasanya hanya berani melaksanakan proyek besar seperti ini setelah mendapat sinyal hijau dari pihak berwenang. “Jika ada pengembang yang berani bertindak tanpa izin, artinya sudah ada komunikasi antara mereka dan pejabat pemerintahan,” ujarnya.
Kegiatan reklamasi yang sedang berlangsung, terutama di pesisir Jakarta, dinilai Walhi berdampak besar bagi lingkungan dan kehidupan masyarakat, khususnya nelayan. Zenzi menjelaskan bahwa proyek reklamasi seringkali menyebabkan kerusakan ekosistem laut dan mengganggu mata pencaharian nelayan.
“Reklamasi di Teluk Jakarta dan daerah lainnya telah merusak kehidupan nelayan. Pulau-pulau kecil yang dibangun malah mengambil pasir dari tempat-tempat yang ada di sekitar Kepulauan Seribu dan Banten,” tuturnya.
Masalah ini juga mendapat perhatian dari Ombudsman RI. Hery Susanto, anggota Ombudsman, berharap pemerintah segera menyelesaikan persoalan pemagaran ini demi melindungi kepentingan nelayan dan kelestarian ekosistem laut.
Ombudsman melalui Kantor Perwakilan Banten telah melakukan investigasi terkait pemagaran laut ini. Hery menegaskan bahwa tindakan tersebut berpotensi merugikan ekosistem dan masyarakat, terutama nelayan yang selama ini menggantungkan hidupnya dari laut.
Pemagaran sepanjang 30 kilometer ini masih menyisakan banyak pertanyaan. Apakah ini bagian dari proyek reklamasi besar di Jakarta ataukah proyek lain yang melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan? Pemerintah dan lembaga terkait diharapkan segera menemukan jawabannya demi kepentingan lingkungan dan masyarakat yang terdampak.