Jakarta, Portonews.com – Mikroplastik telah menjadi ancaman besar bagi kehidupan manusia, tidak hanya di ekosistem laut tetapi juga di perairan tawar. Tubuh kita bisa terpapar mikroplastik melalui konsumsi ikan, kerang, atau organisme laut lainnya. Hal ini sangat memprihatinkan karena mikroplastik dapat menyebabkan perubahan kromosom pada manusia, yang berpotensi mengarah pada infertilitas, obesitas, kanker, dan peningkatan respons imun. Pernyataan ini disampaikan oleh Prof. Dr.rer.nat. Mufti Petala Patria, M.Sc., dalam orasi ilmiah bertajuk “Mikroplastik: Masalah Serius di Laut Kita”, pada Sidang Pengukuhan Guru Besar yang dipimpin oleh Rektor Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. Ir. Heri Hermansyah, S.T., M.Eng., IPU, pada Rabu (26/2) di Balai Sidang UI.
Dalam acara tersebut, Prof. Mufti dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), menjadi guru besar ke-18 yang dilantik tahun ini dari total 481 guru besar di UI.
Dalam pidatonya, Prof. Mufti menjelaskan bahwa mikroplastik adalah partikel plastik yang memiliki ukuran kurang dari 5 milimeter. Mikroplastik dibedakan menjadi dua jenis, yaitu mikroplastik primer dan mikroplastik sekunder. Mikroplastik primer berupa pelet plastik dengan ukuran di bawah 5 mm yang digunakan sebagai bahan campuran dalam produk pembersih dan kosmetik. Sementara mikroplastik sekunder merupakan hasil dari sampah plastik yang terurai menjadi partikel-partikel lebih kecil. Bentuk mikroplastik dapat berupa fiber, fragmen, film, dan granula. Mikroplastik fiber menyerupai benang yang berasal dari degradasi jaring ikan atau bahan kain. Mikroplastik fragmen, film, dan foam umumnya berasal dari degradasi kantong plastik, kemasan, atau akibat abrasi. Karena densitas mikroplastik lebih rendah dibandingkan air laut, partikel ini bisa mengapung di air untuk waktu yang cukup lama. Namun, karena bereaksi dengan senyawa kimia atau menempel pada mikroorganisme, densitasnya bisa meningkat, dan akhirnya tenggelam serta terperangkap dalam sedimen dasar laut.
Prof. Mufti juga mengungkapkan hasil penelitiannya tentang kandungan mikroplastik di air dan sedimen di Kepulauan Seribu, yang terletak dekat pesisir Tangerang, yaitu Pulau Untung Jawa (sekitar 7 km) dan Pulau Tidung (sekitar 29 km). Di pulau yang lebih jauh dari pesisir, ditemukan penurunan kadar mikroplastik sebesar 12% di air dan 20% di sedimen. Penurunan ini mengindikasikan bahwa pencemaran mikroplastik di Kepulauan Seribu berasal dari pesisir Jakarta dan Tangerang. Penelitian juga menunjukkan adanya peningkatan jumlah mikroplastik setelah satu tahun, seperti yang terlihat pada sedimen Pulau Rambut, yang jumlah mikroplastiknya meningkat 19,4% pada Maret 2023 dibandingkan tahun sebelumnya.
Mikroplastik yang terdapat di air atau sedimen dapat termakan oleh hewan laut atau menempel pada makroalga (rumput laut) dan lamun (seagrass), yang sering kali salah menganggap mikroplastik sebagai makanan karena bentuknya yang mirip. Penelitian laboratorium menunjukkan dampak negatif mikroplastik terhadap biota laut, termasuk terhambatnya pertumbuhan fotosintesis pada alga, berkurangnya nafsu makan dan reproduksi, serta menurunnya fungsi lisosom pada tiram. Selain mikroplastik, saat ini juga ditemukan nanoplastik, yaitu partikel plastik yang lebih kecil dari 100 mikrometer, yang dapat diserap oleh usus, beredar dalam darah, dan menyebar ke berbagai organ tubuh, seperti hati, ginjal, jantung, plasenta, dan otak. Oleh karena itu, penting untuk mengurangi ancaman mikroplastik di Indonesia melalui langkah-langkah mitigasi, seperti memilih makanan dengan hati-hati, mencuci makanan, mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, mengelola limbah plastik, serta mendorong pemerintah untuk menetapkan baku mutu terkait mikroplastik.
Penelitian Prof. Mufti tentang mikroplastik antara lain mencakup “Vertical Distribution of Microplastic Along the Main Gate of Indonesian Throughflow Pathways” (2024), “Ingestion of Microplastics in the Planktonic Copepod from the Indonesian Throughflow Pathways” (2024), dan “Sustainability Strategy for Turtle Conservation in Kelapa Dua Island, Kepulauan Seribu District, Jakarta, Indonesia” (2024). Atas kontribusinya dalam penelitian mikroplastik, Prof. Mufti ditetapkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Ekologi. Sebelum meraih gelar guru besar, beliau menyelesaikan pendidikan sarjana di Departemen Biologi, FMIPA UI pada 1987, Master of Science in Coastal Management di University of Newcastle upon Tyne, Inggris pada 1991, dan Doctor rerum naturalium di Universitaet Hamburg, Jerman pada 2001. Saat ini, beliau menjabat sebagai Ketua Komisariat DKI Jakarta Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia (ISOI) dan anggota Akademisi dan Saintis Indonesia (ASASI). Acara pengukuhan Prof. Mufti juga dihadiri oleh sejumlah tamu undangan, termasuk Direktur Manajemen Kekayaan Intelektual BRIN, Dr.-Ing. Muhammad Abdul Kholiq, M.Sc., IPU; Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Prof. Dr. Ir. Neviaty Putri Zamani, M.Sc.; dan CEO Pandu Holding Company, Fajar Reza Budiman.