Jakarta, Portonews.com – Krisis air bersih semakin mengancam Indonesia, dengan banyak sungai di Tanah Air yang tercemar akibat limbah rumah tangga dan industri. Dalam menghadapi situasi ini, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menekankan pentingnya konservasi air sebagai langkah krusial untuk memastikan ketersediaan sumber daya alam yang vital bagi kehidupan. Hal ini disampaikan oleh Deputi Bidang Tata Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Berkelanjutan KLH, Sigit Reliantoro, dalam diskusi Forum Air Indonesia di Jakarta pada Rabu, 26 Maret 2025.
Sigit mengungkapkan bahwa banyak Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia yang kini berada dalam kondisi tercemar, dengan sebagian besar pencemaran disebabkan oleh limbah rumah tangga dan industri. “Dari segi kualitas kita melakukan pemantauan di 2.198 sungai, ada 8.627 titik yang memenuhi baku mutu itu hanya 2,19 persen. Sebagian besar, 96 persen itu cemar ringan kemudian ada beberapa yang cemar berat,” kata Sigit. Ia menambahkan bahwa mayoritas sungai di Indonesia berada dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan, yang memerlukan penanganan segera agar air tetap layak konsumsi.
Selain upaya pengolahan air, Sigit juga menyoroti pentingnya pemulihan ekosistem untuk mendukung konservasi air. Ia memberikan contoh banjir yang baru-baru ini melanda Bekasi, yang dipengaruhi oleh berkurangnya tutupan hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Bekasi yang hanya tersisa 3,53 persen. “Kehilangan tutupan hutan di DAS Kali Bekasi mengurangi daya serap air, yang akhirnya menyebabkan banjir,” ungkapnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Pekerjaan Umum (PU), Diana Kusumastuti, menjelaskan bahwa pemerintah terus berupaya untuk mengelola sumber daya air dengan lebih efektif, terutama untuk kebutuhan konsumsi masyarakat. “Pemerintah terus berupaya untuk mengelola sumber daya air dan meningkatkan daya tampungnya, terutama diperuntukkan bagi konsumsi masyarakat untuk berbagai kebutuhan,” kata Diana.
Diana juga menekankan pentingnya pengelolaan air yang efisien untuk mendukung ketahanan pangan. “Untuk ketahanan pangan ini, kita juga harus melakukan peningkatan efektivitas penggunaan air untuk pangan dan salah satunya itu dengan melakukan penerapan irigasi yang hemat air,” tambahnya.
Lebih lanjut, Diana menyatakan bahwa teknologi pengelolaan air harus tepat guna dan efisien. “Teknologi yang tidak hanya teknologi yang harus modern, tapi yang tepat guna yang harus dilakukan di situ,” ujarnya. Sebagai contoh, dia menyebutkan program penyediaan air minum berbasis masyarakat, Pamsimas, yang berfokus pada pencarian sumber air yang dapat dimanfaatkan secara maksimal. Selain itu, teknologi Reverse Osmosis (RO) juga digunakan untuk pemurnian air guna memastikan kualitas air yang layak dikonsumsi.
Dengan berbagai upaya yang sedang dilakukan oleh pemerintah dan pihak terkait, pengelolaan air yang berkelanjutan diharapkan dapat mengatasi masalah pencemaran dan menjaga ketersediaan air bersih bagi seluruh masyarakat Indonesia.