Bekasi, Portonews.com – Tindakan tegas diambil oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) terkait dugaan pelanggaran lingkungan yang terjadi di kawasan reklamasi perairan Pal Jaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Menteri Lingkungan Hidup dan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (LH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, mengumumkan langkah penyegelan terhadap area reklamasi yang dikelola oleh PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN). Penyegelan ini dilakukan karena adanya dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
Hanif mengungkapkan, “Jadi singkat kata, dari penelusuran yang kita dapat kemarin dari sisi regulasi, tidak mungkin saya diam. KKP juga setelah menyegel ini dari sisi teknis, biarkan mereka bekerja,” pada Kamis (30/1) di Kabupaten Bekasi. Proses penyegelan ini melibatkan pemasangan spanduk ukuran 1×1,5 meter yang dipasang dengan tiang besi di area reklamasi serta di gerbang reklamasi. Selain itu, garis penyegelan juga dipasang di sekitar area tersebut, termasuk pada alat berat milik perusahaan.
Menurut Hanif, langkah penyegelan ini diambil karena adanya potensi kerusakan lingkungan dan ancaman terhadap kualitas lingkungan hidup. Oleh karena itu, praktik reklamasi ini perlu ditanggapi secara serius dan tidak hanya reaktif, melainkan melalui kajian mendalam, termasuk penggunaan data satelit dan dokumen administratif. “Jadi ini tentu harus kita tertibkan. Kalau kegiatan-kegiatan ini ke depannya, kami akan melakukan review terkait dengan seluruh kegiatan reklamasi, ini penting,” jelasnya.
Lebih lanjut, Hanif menekankan bahwa reklamasi harus memperhatikan aspek tata kelola air, mulai dari hilir hingga hulu, agar tidak menyebabkan masalah seperti banjir yang dapat merusak jalan-jalan, seperti yang terjadi di pulau-pulau hasil reklamasi di Jakarta. Dari sisi lingkungan, ia juga mengungkapkan bahwa reklamasi dapat merusak area konservasi hutan bakau karena tidak mendapatkan suplai lumpur, yang berfungsi untuk melindungi pulau-pulau tersebut dari abrasi. Kerusakan pada ekosistem bawah laut dan biota laut juga menjadi masalah serius.
Hanif menambahkan, “Belum lagi evaluasi kegiatan ekonomi dari sisi masyarakat, asal tanah untuk mengurug, tidak dengan kemudian memindahkan suatu pulau ke pulau ini, yang sana pasti rusak. Reklamasi hanya mungkin secara logis kita benarkan bilamana memang menggunakan tanah-tanah yang memang untuk mendukung alur pelayaran transportasi dan lain-lain.”
Ia juga mencatat bahwa para leluhur kita memiliki kebijaksanaan dalam mengelola lingkungan, dengan menggunakan tiang-tiang yang tidak mengganggu alur air. Namun, praktik reklamasi saat ini justru menimbulkan masalah besar karena penimbunan yang luas di daratan. “Jadi bisa dibayangkan begitu ini benar-benar terjadi, dari pantai langsung kita tutupi daratan, pasti akan terjadi kerusakan yang luar biasa, dampak lingkungan yang luar biasa,” tambahnya.
Setelah proses penyegelan ini, Kementerian Lingkungan Hidup akan melakukan penilaian terhadap dampak buruk dari kegiatan reklamasi tersebut, serta menyelidiki potensi adanya tindak pidana atau perdata yang terkait. “Ini kita akan segera memanggil penanggung jawab proyek ini. Tapi paling tidak hari ini kita hentikan sama sekali dengan kewenangan undang-undang kepada kami. Kami hentikan kegiatan di sini kemudian kami akan panggil semua yang terlibat di sini,” tegas Hanif.