Jakarta, Portonews.com – Penerimaan kepabeanan dan cukai di Indonesia untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 berhasil mencatatkan angka yang mengesankan hingga akhir Februari 2025, mencapai Rp52,6 triliun. Angka ini tak hanya menunjukkan pencapaian yang besar, namun juga mengukuhkan peran strategis Bea Cukai dalam menopang perekonomian negara, dengan capaian yang lebih tinggi 2,1% dibandingkan tahun sebelumnya.
Menurut Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Budi Prasetiyo, angka yang dicapai ini terutama didorong oleh peningkatan penerimaan bea keluar, salah satu komponen utama dalam penerimaan kepabeanan dan cukai. “Kinerja positif ini mencerminkan terjaganya aktivitas ekspor komoditas unggulan, meskipun ada dinamika dalam perekonomian global saat ini,” kata Budi dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (19/3/2025).
Secara rinci, penerimaan bea keluar hingga Februari 2025 tercatat sebesar Rp5,4 triliun, yang mengalami lonjakan signifikan sebesar 92,9% dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan ini didorong oleh pertumbuhan ekspor produk sawit, yang mencapai Rp5,3 triliun atau meningkat sebesar 852,9% (yoy). Peningkatan harga Crude Palm Oil (CPO) yang mencapai USD955 per metrik ton pada Februari 2025, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga di tahun 2024 yang tercatat sebesar USD806 per metrik ton, turut memberi kontribusi besar terhadap capaian ini.
Namun, di sisi lain, terdapat penurunan pada komponen penerimaan lainnya. Penerimaan bea masuk tercatat sebesar Rp7,6 triliun, turun 4,6% (yoy), terutama disebabkan oleh penghentian impor beras sejak awal tahun 2025. Budi menegaskan, untuk ke depannya, Bea Cukai akan memperkuat pengawasan dan pelayanan impor guna menjaga penerimaan negara. “Kami akan terus meningkatkan pengawasan dan pelayanan impor untuk memastikan penerimaan negara tetap optimal,” ujarnya.
Sementara itu, penerimaan cukai juga mengalami penurunan, tercatat sebesar Rp39,6 triliun, turun 2,7% (yoy). Penurunan ini terutama disebabkan oleh berkurangnya produksi rokok pada bulan November dan Desember 2024, yang berimbas pada turunnya penerimaan cukai hasil tembakau sebesar 2,6%. Selain itu, cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) juga tercatat turun 7,6% (yoy), seiring dengan penurunan produksi MMEA sebesar 11,5%.
Meskipun ada penurunan di beberapa sektor, Budi menegaskan bahwa Bea Cukai tidak hanya berfungsi sebagai penjaga penerimaan negara, tetapi juga sebagai garda terdepan dalam penindakan terhadap pelanggaran kepabeanan dan cukai, serta memberikan fasilitas bagi industri. “Melalui pengawasan yang ketat dan pemberian insentif strategis, Bea Cukai memastikan arus perdagangan yang aman dan mendorong pertumbuhan industri nasional demi kesejahteraan masyarakat,” tambahnya.
Bea Cukai juga terus berkomitmen melindungi masyarakat dan perekonomian nasional dari barang ilegal dan penyelundupan. Hingga Februari 2025, Bea Cukai telah melakukan 4.454 penindakan di bidang kepabeanan dan cukai, meskipun jumlahnya mengalami penurunan sebesar 36,8% dibandingkan tahun lalu. Namun, nilai tangkapan dari penindakan tersebut diperkirakan mencapai Rp1,8 triliun, yang mengalami kenaikan 67,0% dibandingkan tahun sebelumnya. Rokok menjadi komoditas utama yang ditindak (50%), diikuti oleh MMEA (7%), tekstil (3%), besi dan baja (4%), serta HP dan gawai (3%). Selain itu, Bea Cukai juga mencatatkan 212 penindakan narkotika, yang berkolaborasi dengan Aparat Penegak Hukum (APH), dengan total barang bukti mencapai 1,2 ton, meningkat 61,2% dibandingkan tahun lalu.
Dalam sektor industrial assistance, Bea Cukai mencatatkan peningkatan kegiatan ekonomi di kawasan berfasilitas hingga Februari 2025. Hal ini terlihat dari kenaikan pemanfaatan insentif, serta nilai ekspor dan impor perusahaan yang menerima fasilitas kawasan berikat dan kemudahan impor tujuan ekspor (KITE). Nilai insentif kepabeanan tercatat sebesar Rp5,8 triliun, tumbuh 7,7% (yoy), yang dipengaruhi oleh pertumbuhan insentif di fasilitas bea masuk kawasan berikat, kawasan ekonomi khusus (KEK), dan KITE.
Di tengah tantangan perekonomian global dan domestik, Budi berharap pengelolaan APBN dapat terus berjalan optimal, mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan, serta menjaga stabilitas perekonomian nasional. “Kami berharap hasil dan manfaat nyata dari APBN dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, serta tetap memastikan akuntabilitas dan kesehatan postur APBN,” tutup Budi.