Jakarta, Portonews.com – Pemerintah Indonesia terus melakukan upaya edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya membaca label pada kemasan makanan. Langkah ini dilakukan melalui berbagai kegiatan sosialiasi dan workshop yang melibatkan pemangku kepentingan dan seluruh lapisan masyarakat.
“Nah ini yang masih menjadi tantangan. Kita bentuknya masih lewat sosialisasi, dan kemarin itu sudah ada beberapa (industri) makanan siap saji sudah mau kita libatkan, bahkan material sendiri kalau di aplikasi itu sudah memuat bagaimana penghitungan kalori, gula, garam, dan lemaknya,” ungkap Siti Nadia Tarmizi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes.
Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, sebanyak 28,7 persen masyarakat melebihi batas konsumsi gula, garam, dan lemak yang dianjurkan. Menurut rata-rata nasional, sekitar 5,5 persen mengkonsumsi gula lebih dari 50 gram per hari atau empat sendok makan, 53,5 persen mengkonsumsi garam lebih dari satu sendok teh per hari atau 2000 mg, dan 24 persen mengkonsumsi lemak lebih dari lima sendok makan per hari atau 67 gram.
Hal ini berdampak pada meningkatnya prevalensi obesitas di Indonesia, yang tercatat mencapai 23,40 persen pada penduduk usia 18 tahun ke atas pada tahun 2023. Sebagai respons terhadap masalah ini, Kementerian Kesehatan sedang menyusun Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) mengenai pelabelan kandungan gula, garam, dan lemak (GGL) pada makanan serta minuman.
“Resminya kita akan proses RPMK-nya, saat ini masih ada tahapan untuk memberikan ruang dan masukan tentang kegiatan ini, tetapi ini bukan mandatory untuk penerapan GGL, atau nutri-gradenya, melainkan lebih kepada edukasi yang kita berikan ke masyarakat,” ujar Nadia di Jakarta pada Selasa (4/3).
Nadia menambahkan bahwa kampanye dan edukasi mengenai GGL juga akan segera diluncurkan dengan melibatkan kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk pelaku industri.
“Kemarin sudah mulai dengan sosialisasi awal, karena kan memang harus ada waktu untuk teman-teman khususnya pangan siap saji ini menempelkan labelnya, karena kalau siap saji itu jauh lebih banyak labelnya, dan tiap kemasan itu berbeda-beda,” jelas Nadia.
Dalam implementasi pelabelan pangan, terdapat beberapa langkah yang sudah dilakukan. Pertama, pelabelan berupa Informasi Nilai Gizi yang mencantumkan zat-zat gizi yang ada dalam pangan olahan di belakang kemasan. Kedua, pelabelan dengan logo “Pilihan Lebih Sehat” yang menunjukkan bahwa pangan olahan tersebut memenuhi kriteria profil gizi yang ditetapkan.
Untuk makanan berpemanis dalam kemasan (MBDK), batas maksimum kandungan gula (monosakarida dan disakarida) adalah 6 gram/100mL, yang juga dicantumkan di bagian belakang kemasan, terutama pada produk seperti mie instan dan minuman.
Terakhir, pesan kesehatan yang mengingatkan tentang risiko konsumsi berlebihan tercantum pada kemasan, yaitu “Gula > 50 gram, Natrium > 200mg dan lemak > 67 gram per orang per hari berisiko hipertensi, diabetes dan serangan jantung.”