Jakarta, Portonews.com – Di tengah ancaman peredaran obat palsu yang terus berkembang, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI dan Pharmaceutical Security Institute (PSI) sebuah asosiasi global yang fokus pada pengawasan dan perlindungan terhadap produk farmasi, mengambil langkah strategis untuk melindungi kesehatan masyarakat Indonesia. Dalam pertemuan virtual yang berlangsung pada Senin malam (7/4), kedua lembaga sepakat untuk memperkuat kerja sama dalam memerangi obat ilegal yang beredar melalui platform online.
Dalam kesempatan ini, Ramesh Raj Kishore, Regional Director PSI-Asia Pacific, menjelaskan bahwa BPOM dan PSI sedang bekerja sama untuk menyelidiki tiga jaringan yang terlibat dalam penjualan obat palsu atau mencurigakan melalui platform online. “Kami berencana untuk melakukan penelusuran lebih dalam terhadap jaringan-jaringan ini dan mengambil sampel obat untuk diuji,” ujar Ramesh. PSI juga berkomitmen membantu BPOM untuk menurunkan tautan penjualan ilegal dan mendukung penegakan hukum terhadap pelaku.
Todd Ratcliffe, President & CEO PSI, menyambut baik kolaborasi ini. Ia menyatakan, “Kerja sama ini merupakan langkah awal yang baik, dan kami sangat menghargai hubungan erat yang telah terjalin dengan BPOM. Ini akan menguntungkan semua pihak, terutama dalam meningkatkan pertukaran informasi intelijen dan memerangi sindikat kriminal yang terlibat dalam pemalsuan obat.”
Untuk memperkuat kerja sama tersebut, PSI mengusulkan agar BPOM mengadakan pelatihan bagi para penyidik BPOM. Pelatihan ini akan menjadi wadah bagi anggota PSI untuk berbagi pengetahuan tentang upaya intelijen dalam menangani peredaran obat palsu. “Kami setuju dengan usulan PSI untuk mengadakan sesi pertukaran informasi atau pelatihan. Untuk melindungi masyarakat, kami membutuhkan keterampilan khusus dan kolaborasi dengan negara-negara lain, seperti Malaysia, Singapura, Timor Leste, atau Australia,” ujar Kepala BPOM, Taruna Ikrar.
Taruna Ikrar juga mengusulkan agar pelatihan ini melibatkan negara-negara tetangga. Mengingat Indonesia adalah negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau, banyak titik masuk yang sulit diawasi, yang bisa dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menyelundupkan obat ilegal. Kolaborasi dengan negara lain dinilai sangat penting untuk mengatasi masalah ini secara lebih efektif.
Selain itu, dalam pertemuan ini, BPOM juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap terapi sel punca (stem cell), yang belakangan ini banyak disalahgunakan. “Terapi sel punca memiliki potensi besar, namun kami juga melihat banyak penipuan terkait hal ini. Kami memiliki wewenang untuk memberikan sanksi berat, termasuk hukuman penjara hingga 12 tahun dan denda sebesar 5 miliar rupiah bagi yang melanggar,” tegas Taruna.
Sebagai hasil dari pertemuan ini, BPOM dan PSI menyepakati tiga langkah konkret yang akan dilakukan ke depan. Pertama, memperkuat kolaborasi antara BPOM dan PSI; kedua, mengadakan pertemuan, seminar, atau webinar bersama; dan ketiga, mempersiapkan kerja sama lebih lanjut melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU). PSI akan segera menyusun draf MoU yang kemudian akan dibahas bersama BPOM.
Kerja sama ini tidak hanya dimulai sekarang. Sejak pertemuan pada September 2024 di Jakarta, BPOM dan PSI telah membuat banyak kemajuan, salah satunya dengan menempatkan pegawai BPOM dalam program The Hubert H. Humphrey Fellowship. Program ini memberi kesempatan bagi pegawai BPOM untuk magang di kantor pusat PSI, yang membantu memperdalam pemahaman mengenai pengawasan obat dan makanan di tingkat internasional.
BPOM juga memaparkan temuan terkait tren pemalsuan obat yang sering beredar di pasar, seperti obat disfungsi ereksi, penurun berat badan, dan obat-obatan yang disalahgunakan untuk efek euforia atau penenang, seperti tramadol dan triheksifenidil. Berdasarkan laporan BPOM, produk-produk ini sering ditemukan di berbagai marketplace, dan BPOM telah menindaklanjutinya melalui operasi siber dan penindakan hukum.
Selama periode 2023–2024, BPOM berhasil menurunkan 161.195 tautan terkait produk obat ilegal dari hasil patroli siber. Dari jumlah tersebut, sekitar 45% adalah produk obat yang ilegal, termasuk yang tidak memiliki izin edar, impor ilegal, dan obat yang diduga palsu.
Dengan langkah-langkah yang telah disepakati, diharapkan kerja sama antara BPOM dan PSI dapat semakin memperkuat pengawasan terhadap peredaran obat ilegal, serta melindungi masyarakat Indonesia dari bahaya obat palsu yang semakin marak.