Jakarta, Portonews.com — Untuk memperkuat sektor pertanian, khususnya dalam mendukung program swasembada pangan, Pemerintah melalui Kementerian Pertanian ( Kementan ) mengadakan kerja sama dengan Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Mabes Polri.
Kerja sama ini akan melibatkan 2.285 mantan narapidana terorisme (napiter) dan 8.140 mantan anggota Jamaah Islamiyah (JI), yang akan mendapatkan pembinaan dalam sektor pertanian.
Mentan Andi Amran Suliman menyatakan bahwa melalui pembinaan ini, pihaknya bertujuan untuk mengubah mereka menjadi individu yang produktif dan dapat berkontribusi pada ketahanan pangan Indonesia. Pembinaan yang dimaksud termasuk bimbingan serta pendampingan yang akan dilaksanakan oleh Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) dari Kementan.
“Kita akan bina karena mereka adalah saudara-saudara kita juga. Jadi nanti dari BPPSDMP yang akan melakukan pendampingan,” ujar Mentan Amran seusai pertemuan yang membahas kerja sama tersebut di Kantor Pusat Kementan, Jakarta, Kamis (2/1), seperti dilansir laman Antara.
Lebih lanjut, Amran menekankan bahwa sektor pertanian memiliki potensi besar dalam memperkuat ekonomi nasional, sekaligus membuka lapangan kerja yang luas. Oleh karena itu, pihaknya berkomitmen untuk mengubah mantan narapidana menjadi tenaga produktif, berkontribusi terhadap pencapaian swasembada pangan.
Pertanian adalah sektor yang paling berpotensi untuk memperkuat ekonomi bangsa, dan juga menjadi ujung tombak dalam membuka lapangan kerja.
Kerja sama ini sebenarnya sudah dimulai dengan kolaborasi Kementan bersama Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan sebelumnya, dan kini diperluas dengan keterlibatan Densus 88. Menurut Amran, sinergi ini diyakini dapat mempercepat pencapaian swasembada pangan di Indonesia.
Sementara itu, Kepala Densus 88 Anti Teror Mabes Polri Irjen Polisi Sentot Prasetyo menambahkan bahwa pembinaan terhadap mantan terduga terorisme dilakukan secara bertahap. Untuk itu, mereka dibagi dalam tiga kategori berdasarkan klaster ideologi, yakni klaster merah (masih terpengaruh ideologi kekerasan), klaster kuning (sedang dalam proses pemulihan), dan klaster hijau (sudah sepenuhnya kembali ke masyarakat Pancasila).
“Dari kegiatan pelatihan ini, kami sudah menghasilkan panen di beberapa daerah seperti Lampung, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Kami juga didukung oleh dinas-dinas pertanian di provinsi,” ujar Sentot.
Sentot berharap agar seluruh pihak dapat mendukung upaya ini, mengingat pentingnya pertanian bagi kekuatan ekonomi negara. Dia juga menekankan bahwa pembinaan terhadap mantan napiter ini tidak hanya berdampak positif bagi mereka secara pribadi, tetapi juga bagi masyarakat luas.
“Oleh karena itu, kami berharap mendapat dukungan penuh dari jajaran Kementan dan bisa lebih meluas lagi agar bermanfaat untuk kepentingan masyarakat, khususnya para napiter,” tambah Sentot.