Jakarta, Portonews.com – Indonesia kini menghadapi ancaman besar terhadap kelestarian hutan. Data terbaru menunjukkan, 33 juta hektar hutan telah dibebani oleh izin sektor kehutanan. Tak hanya itu, 4,5 juta hektar konsesi tambang kini berada atau berbatasan langsung dengan kawasan hutan, sementara 7,3 juta hektar hutan telah dilepaskan, dengan 70% di antaranya untuk perkebunan sawit. Penguasaan hutan-hutan oleh korporasi ini memunculkan berbagai masalah lingkungan dan sosial yang sulit untuk diperbaiki.
Menurut Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional, kebijakan pemerintah yang terus mendukung kepentingan korporasi justru semakin memperburuk keadaan. “Narasi pemerintah tentang swasembada pangan dan energi hanya menjadi alasan untuk melegitimasi penyerahan lahan secara besar-besaran kepada korporasi. Ini semua untuk memastikan bisnis pangan dan energi terus berkembang, tanpa memperhatikan kepentingan rakyat dan lingkungan,” ujarnya.
Uli menambahkan, selama pangan dan energi diperlakukan sebagai bisnis semata, keadilan bagi rakyat dan lingkungan tidak akan pernah tercapai. Sebagai hak dasar, negara seharusnya bertanggung jawab untuk memastikan pemenuhan kebutuhan pangan dan energi bagi rakyat, bukan mengorbankan lingkungan demi kepentingan korporasi.
Untuk mencapai keadilan sosial-ekologis, Uli mengusulkan agar pemerintah menjadikan rakyat sebagai aktor utama dalam produksi dan konsumsi pangan serta energi. Pengakuan atas hak rakyat atas wilayahnya serta pengelolaan sumber daya yang sesuai dengan karakteristik wilayah masing-masing menjadi hal yang paling penting.
Namun, rencana pemerintah untuk membuka 20 juta hektar hutan untuk keperluan pangan dan energi diprediksi akan membawa dampak buruk yang besar. Uli memperingatkan bahwa proyek ini bukan hanya akan menjadi legalisasi deforestasi, tetapi juga bisa memicu bencana ekologis yang meluas. “Pembukaan 20 juta hektar hutan akan melepaskan emisi dalam skala yang sangat besar, yang pada gilirannya dapat menyebabkan bencana ekologis, kekeringan, pemanasan global, gagal panen, dan munculnya penyakit zoonosis,” ungkapnya.
Selain itu, proyek ini juga akan mengusir masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan dan pesisir, memaksa mereka menjadi pengungsi iklim. Kerusakan biodiversitas, konflik agraria, serta kekerasan dan kriminalisasi yang seringkali menyertai proyek besar seperti ini, juga menjadi ancaman nyata.
Uli juga mengingatkan bahwa pembukaan hutan dalam skala besar dapat memperburuk masalah kebakaran hutan dan lahan, terutama jika kawasan yang dibuka merupakan kawasan gambut yang sangat rentan terbakar.
“Seharusnya Kementerian Kehutanan bertindak sebagai penjaga hutan Indonesia, bukan malah merencanakan pembongkaran hutan dan melegitimasi hal tersebut atas nama pangan dan energi. Presiden dan Menteri Kehutanan seharusnya memahami dengan jelas tugas dan tanggung jawab mereka,” tegas Uli.
Ke depannya, jika pemerintah tetap melanjutkan rencana ini, keselamatan lingkungan dan rakyat Indonesia akan terancam, dan dampaknya bisa dirasakan dalam jangka panjang.
Sumber : Siaran Pers Walhi