Jakarta, Portonews.com – Bencana banjir dan longsor yang melanda Cijeruk dan Sukabumi, Jawa Barat, memunculkan kecurigaan terhadap sejumlah kegiatan usaha yang diduga menjadi penyebab kerusakan lingkungan. Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq, meminta penghentian segera kegiatan usaha yang melanggar aturan dan berpotensi membahayakan keselamatan warga serta keberlanjutan alam. Temuan ini datang setelah verifikasi lapangan yang dilakukan di lokasi bencana pada Sabtu (22/3) kemarin, yang mengungkap pelanggaran serius terkait izin lingkungan dan dampak negatif yang ditimbulkan dari beberapa proyek pembangunan.
“Kegiatan pembangunan tanpa izin dan tanpa kajian lingkungan bukan hanya bentuk kelalaian administratif, tetapi juga ancaman nyata terhadap keselamatan warga dan keberlanjutan lingkungan hidup,” ujar Menteri LH Hanif dalam pernyataan diterima di Jakarta, Minggu (23/3), seperti dikutip dari laman Antara.
Temuan ini membuka tabir tentang betapa pentingnya pengawasan terhadap pembangunan yang tidak hanya mengabaikan alam, tetapi juga membahayakan ekosistem dan kehidupan masyarakat.
Dalam kunjungannya ke dua lokasi bencana di Cijeruk dan Sukabumi pada Sabtu (22/3), Hanif bersama tim melakukan verifikasi lapangan dan menemukan sejumlah pelanggaran yang memicu bencana banjir, longsor, dan degradasi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang memperburuk kondisi lingkungan di kawasan tersebut.
KLH/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) mengidentifikasi dua kegiatan usaha yang menjadi penyebab utama kerusakan di lokasi. Salah satunya adalah PT Bahana Sukma Sejahtera (BSS) yang membuka lahan seluas 40 hektare untuk ekowisata dan membangun jalan sepanjang 1,5 km tanpa dokumen lingkungan maupun izin usaha. Di sisi lain, PT Amoda (Awan Hills) diketahui membangun hotel kabin di lereng curam tanpa persetujuan lingkungan, dengan area pembukaan lahan mencapai 1,35 hektare. Beberapa titik di sekitar lokasi tersebut juga menunjukkan indikasi longsor yang berisiko terhadap mata air Sungai Cibadak.
Di Sukabumi, KLH juga menemukan sejumlah pelanggaran lainnya terkait kegiatan pertambangan dan peternakan. CV Java Pro Tam yang tidak beroperasi sejak 2022 meninggalkan lahan bekas tambang seluas 4,74 hektare tanpa melakukan reklamasi, sementara CV Duta Lima terbukti melakukan pengolahan tanpa dokumen dan persetujuan lingkungan yang sah.
PT Japfa Comfeed yang mengelola peternakan ayam di lahan seluas 60 hektare dengan 32 kandang aktif juga menjadi sorotan. Meskipun telah memperoleh beberapa izin, perusahaan ini belum memiliki Sertifikat Laik Operasi (SLO) dan pengelolaan limbah B3-nya masih belum sepenuhnya memenuhi ketentuan yang berlaku.
Menyikapi temuan-temuan tersebut, KLH mengambil langkah tegas dengan menghentikan sementara seluruh kegiatan usaha PT BSS dan PT Amoda hingga semua dokumen lingkungan dan perizinan dipenuhi sesuai regulasi yang berlaku. Hanif juga berencana untuk berkoordinasi dengan Kementerian ESDM dan pemerintah daerah guna memastikan reklamasi lahan bekas tambang dan pemulihan lingkungan dilaksanakan dengan tuntas.
Hanif menegaskan bahwa pihaknya tidak akan segan memberikan sanksi administratif dan/atau pidana lingkungan hidup kepada pihak-pihak yang terbukti melanggar dan membahayakan ekosistem serta masyarakat. Pengawasan lintas sektor akan terus diperkuat, termasuk dengan melibatkan masyarakat, akademisi, dan media untuk menjaga kawasan rawan bencana.
“Kita tidak bisa lagi menoleransi pembangunan yang mengabaikan alam. Ketika aturan dilanggar, dan hulu sungai dikorbankan demi keuntungan jangka pendek, maka yang menanggung akibatnya adalah rakyat kecil di hilir. Kita butuh pembangunan yang bertanggung jawab, yang menghargai alam,” demikian Hanif Faisol Nurofiq.