Batanghari, Portonews.com – Praktik illegal drilling yang semakin marak di kawasan hutan Senami, Kabupaten Batanghari, memicu kekhawatiran luas akan dampak buruk terhadap lingkungan dan keselamatan masyarakat. Menanggapi hal ini, sejumlah aktivis yang tergabung dalam Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) dan Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Jambi (Kompej) menggelar aksi unjuk rasa damai, mendesak penegakan hukum yang lebih tegas terhadap pelaku illegal drilling dan eksploitasi minyak dan gas ilegal di wilayah tersebut, Senin (20/1).
Dalam aksi yang digelar di kawasan Taman Hutan Senami, para aktivis mengedukasi masyarakat tentang ancaman hukum yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, khususnya Pasal 52 dan 53 yang mengatur tentang sanksi pidana bagi pelaku illegal drilling. Mereka juga menyuarakan penegakan hukum terhadap kegiatan pengelolaan, pengangkutan, penyimpanan, dan niaga minyak dan gas tanpa izin yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Pasal 52 UU tersebut menyebutkan bahwa “Setiap orang yang melakukan Eksplorasi dan/atau Eksploitasi tanpa kontrak kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp 60.000.000.000 (enam puluh miliar rupiah).”
Sementara itu, Pasal 53 mengatur sanksi pidana bagi pelaku yang melakukan pengelolaan, pengangkutan, penyimpanan, dan usaha niaga minyak dan gas tanpa izin usaha yang sah dari pemerintah. Rinciannya adalah sebagai berikut:
- Pengelolaan tanpa izin usaha pengelolaan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling tinggi Rp 50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah).
- Pengangkutan tanpa izin usaha pengangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling tinggi Rp 40.000.000.000 (empat puluh miliar rupiah).
- Penyimpanan tanpa izin usaha penyimpanan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp 30.000.000.000 (tiga puluh miliar rupiah).
- Niaga tanpa izin usaha niaga dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp 30.000.000.000 (tiga puluh miliar rupiah).
Tak hanya itu, para aktivis juga memasang spanduk dan selebaran yang mengajak masyarakat untuk lebih sadar akan ancaman pidana yang dapat diterima oleh para pelaku illegal drilling. Beberapa spanduk orasi bahkan dipasang di depan pos kehutanan di kawasan hutan Tahura Senami, dengan pesan jelas tentang adanya aksi lanjutan jika tuntutan mereka tidak dipenuhi.
Seruan “TANGKAP PELAKU KOORDINASI ILLEGAL DRILLING” juga mengundang perhatian. Aktivis menyebut bahwa Joko, Ketua RT, dan Waldy, seorang ASN, diduga terlibat dalam kegiatan ilegal tersebut dengan memungut uang koordinasi sebesar Rp 20.000 per drum minyak yang diduga digunakan untuk melancarkan usaha illegal drilling.
” Hari ini kita gelar aksi unjuk rasa agar semua masyarakat tau, tentang sangsi sangsi terhadap pelaku illegal drilling di kawasan hutan senami dan ini harus di tindak tegas jika tidak kami akan kembali lagi dengan jumlah yang lebih banyak” Papar Korlap Solihin, seperti dilansir laman antarwaktu.
Menurut para aktivis, praktik illegal drilling di Batanghari semakin merajalela, dan para pelaku serta pemodalnya terkesan kebal hukum. Mereka mendesak pihak berwajib untuk segera mengambil tindakan tegas guna melindungi keselamatan masyarakat dan menjaga kelestarian lingkungan yang semakin terancam.
Aksi ini menunjukkan betapa pentingnya keseriusan dalam menanggulangi illegal drilling yang tidak hanya merugikan negara, tetapi juga menciptakan dampak buruk bagi masyarakat dan ekosistem sekitar.