Jakarta, Portonews.com – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) mulai mengimplementasikan langkah-langkah strategis untuk mendorong transformasi kapal perikanan di Indonesia. Langkah tersebut difokuskan pada peralihan dari kapal yang terbuat dari bahan kayu ke kapal berbahan dasar besi. Inisiatif ini diambil guna memastikan kapal-kapal perikanan memenuhi standar kelaikan yang ditetapkan, termasuk laik laut, laik tangkap, serta laik simpan hasil tangkapan ikan.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Lotharia Latif, mengungkapkan bahwa sekitar 65% kapal perikanan di Indonesia berusia lebih dari 10 tahun, dan sebagian besar kapal tersebut terbuat dari bahan kayu. “95% kapal perikanan yang terdaftar di KKP terbuat dengan bahan utama kayu. Meski lebih murah dari segi pembiayaan, penggunaan kayu sebagai bahan baku utama pembuatan kapal dapat mengarah ke isu lingkungan, dalam hal ini adalah deforestasi dan kurang memenuhi standar kapal perikanan dunia yang baik,” jelasnya dalam keterangan resmi KKP.
Lebih lanjut, Latif menjelaskan bahwa kapal kayu rata-rata memiliki usia antara 15 hingga 20 tahun, tergantung dari perawatannya. Secara konstruksi, kapal kayu memiliki kekurangan karena umumnya dibangun secara tradisional dan kurang memenuhi persyaratan standar kelaikan laut, laik tangkap, dan laik simpan hasil tangkapan ikan.
“Jangka panjangnya, dampak dari deforestasi ini dapat meningkatkan emisi karbon di Indonesia. Sedangkan dari sisi umur kapal, apabila sudah lebih dari 10 tahun, perlu segera dipertimbangkan untuk penggantian armadanya, dan ke depan kita secara bertahap mendorong pembangunan kapal dengan bahan dasar besi atau baja yang memenuhi standar kapal perikanan ideal,” tambah Latif.
Latif juga menyoroti masalah lain terkait penggunaan mesin darat yang dimodifikasi menjadi mesin kapal. Mayoritas kapal perikanan saat ini menggunakan mesin darat modifikasi non-marine engine standar, yang membuat kapal rentan terhadap korosi, overheating, kebocoran oli, emisi karbon tinggi, dan kegagalan transmisi.
“Dari sisi kelayakan bekerja, kapal perikanan di Indonesia juga belum sepenuhnya memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan awak kapal perikanan di atas kapal, di antaranya ruangan akomodasi yang memadai sesuai ketentuan. Umumnya, ruangan kapal lebih diarahkan untuk optimalisasi menampung hasil tangkapan dibandingkan memperhatikan kebutuhan kondisi kerja yang layak bagi awak kapal,” papar Latif.
Menurut Latif, modernisasi kapal perikanan sangat penting untuk menjawab tantangan lingkungan, meningkatkan daya saing global, dan dapat memengaruhi harga jual ikan. Dengan menerapkan cara penanganan ikan yang baik di atas kapal, ikan akan tetap terjaga kesegarannya dan higienis, sehingga nilai jual ikan lebih tinggi dan memiliki daya saing yang kuat di pasar domestik maupun ekspor.
Latif menegaskan bahwa sudah waktunya bagi seluruh pelaku usaha perikanan, terutama pelaku industri perikanan, untuk secara bertahap beralih menggunakan kapal besi yang sesuai dengan standar kapal perikanan yang aman bagi awak kapal dan menjaga kualitas ikan hasil tangkapan, sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menyatakan bahwa KKP berkomitmen untuk memastikan seluruh kapal perikanan di Indonesia sesuai dengan norma dan standar yang berlaku, sehingga kapal yang berlayar untuk menangkap ikan adalah kapal yang handal, memenuhi aspek kelaikan, dan ketentuan yang berlaku.