Jakarta, Portonews.com – Batas maritim Indonesia bukan hanya soal garis yang membagi wilayah, tetapi juga tentang perjuangan untuk menjaga kedaulatan dan kepentingan nasional di tengah klaim dan dinamika geopolitik yang rumit. Setiap perundingan yang melibatkan negara-negara tetangga menyimpan tantangan besar, baik dari segi diplomasi, hukum, maupun teknologi. Dalam hal ini, peran ahli geodesi dan geomatika menjadi kunci untuk memastikan data yang akurat mendukung keputusan yang tepat. Apa yang sebenarnya terjadi di balik negosiasi batas maritim Indonesia?
Hal ini dikemukakan oleh Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Yunani, Dr. Bebeb Abdul Kurnia Nugraha Djundjunan, dalam kuliah tamu bertajuk “Manajemen Perbatasan: Strategi dan Teknik Negosiasi Penetapan Batas Maritim” di Program Studi Magister Teknik Geomatika, Departemen Teknik Geodesi, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
Dalam pemaparannya, Bebeb berbagi pengalaman langsung terkait negosiasi internasional yang melibatkan batas maritim Indonesia. Ia mengungkapkan pentingnya data yang akurat dan analisis geospasial dalam setiap perundingan batas maritim. “Meskipun beberapa batas telah disepakati, masih banyak segmen batas maritim yang belum terselesaikan hingga saat ini,” kata Bebeb dalam keterangan yang dikirim ke wartawan beberapa waktu lalu.
Indonesia, yang berbatasan dengan banyak negara seperti India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Nugini, Timor Leste, dan Australia, memerlukan pendekatan yang hati-hati dalam setiap proses negosiasi batas maritim. Sebagai mantan Ketua Tim Delegasi Teknis Indonesia dalam Perundingan Batas Maritim Periode 2016–2022, Bebeb menegaskan bahwa keberadaan tim teknis sangat penting dalam setiap perundingan. Tim ini, yang terdiri dari ahli geospasial, akan memastikan bahwa batas yang dinegosiasikan didasarkan pada perhitungan yang objektif dan sesuai dengan hukum internasional, khususnya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut. “Keberadaan para ahli geospasial memastikan bahwa batas yang dinegosiasikan didasarkan pada perhitungan yang objektif dan sesuai dengan kaidah hukum internasional, khususnya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut,” tambahnya.
Lebih lanjut, Bebeb mengingatkan bahwa dalam setiap negosiasi, penting untuk menjalin kerja sama yang erat antara berbagai disiplin ilmu dan institusi untuk memperdalam kajian perbatasan. Hasil kajian akademik diharapkan dapat memperkuat tim negosiasi, sehingga Indonesia dapat memperjuangkan kepentingan maritimnya secara optimal.
Dalam sesi tanya jawab, seorang mahasiswa bertanya mengenai strategi yang digunakan Indonesia dalam menghadapi negara dengan posisi tawar lebih kuat. Bebeb menjelaskan bahwa kunci utama dalam menghadapi negosiasi yang sulit adalah membangun tim negosiasi yang solid dan efektif. “Pendekatan diplomasi yang berbasis data geospasial dan pemahaman hukum internasional yang mendalam menjadi kunci dalam mempertahankan kepentingan nasional,” ujarnya.