Jakarta, Portonews.com – Indonesia menunjukkan kinerja yang menggembirakan di sektor manufaktur, dengan aktivitas yang terus mencatatkan hasil positif. Pada Maret 2025, Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia tercatat pada angka 52,4, memperpanjang tren ekspansif yang dimulai sejak Desember 2024. Pencapaian ini menggambarkan adanya pemulihan dan pertumbuhan yang berkelanjutan, bahkan di tengah tantangan ekonomi global.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Kacaribu, mengungkapkan bahwa peningkatan tersebut dipicu oleh tumbuhnya produksi yang terus berlanjut. “Aktivitas manufaktur yang terus ekspansif didorong pertumbuhan produksi yang berlanjut dalam beberapa bulan terakhir, baik akibat peningkatan permintaan domestik selama bulan Ramadan dan Idulfitri maupun permintaan ekspor. Selain itu, optimisme terhadap prospek ekonomi ke depan juga menjadi pendorong,” ujarnya dalam pernyataan di Jakarta, Selasa (8/4).
Beberapa negara mitra dagang utama Indonesia, seperti Tiongkok (51,2), India (58,1), dan Amerika Serikat (50,2), juga mencatatkan ekspansi manufaktur. Hal ini semakin memperkuat posisi Indonesia yang tetap stabil dan kompetitif di kawasan, serta meningkatkan permintaan ekspor dari negara-negara mitra utama tersebut. Kinerja ini memberikan sinyal positif bagi prospek sektor manufaktur nasional ke depan dalam menghadapi dinamika perdagangan global yang diwarnai perang tarif.
Dari sisi konsumen, ketahanan ekonomi Indonesia tercermin dari indikator konsumsi yang masih berada pada level optimis. Indeks Kepuasan Konsumen (IKK) pada Februari 2025 tercatat sebesar 126,4, menunjukkan peningkatan keyakinan masyarakat terhadap kondisi ekonomi baik saat ini maupun prospeknya ke depan. Selain itu, Indeks Penjualan Ritel (IPR) juga mencatatkan pertumbuhan sebesar 0,5% (yoy), terutama didorong oleh lonjakan penjualan suku cadang dan aksesori otomotif. Hal ini menjadi sinyal bagi daya beli masyarakat yang tetap terjaga. Perkembangan ini memperkuat harapan bahwa konsumsi domestik masih dapat menjadi kontributor bagi pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2025.
Pemerintah terus berkomitmen untuk menjaga stabilitas harga dan mempertahankan kepercayaan konsumen melalui berbagai langkah kebijakan yang kredibel, agar konsumsi masyarakat terus konsisten menopang ekonomi.
Namun, berakhirnya kebijakan diskon tarif listrik mendorong inflasi Indonesia pada Maret 2025 ke level 1,03% (yoy), dibandingkan dengan Februari yang mengalami deflasi 0,09%.
Meskipun terjadi peningkatan, inflasi pada bulan yang bersamaan dengan momentum Ramadan dan Idulfitri tersebut, masih berada pada level yang terkendali berkat terjaganya harga pangan selama masa tersebut.
Berdasarkan komponen, inflasi inti tercatat stabil pada level 2,48% (yoy). Sebagian besar kelompok pengeluaran meningkat, terutama kelompok pakaian dan alas kaki seiring meningkatnya permintaan menjelang Idulfitri.
Inflasi pangan bergejolak tercatat sebesar 0,37% yang didorong oleh penurunan harga beras dan produk unggas. Namun, beberapa komoditas pangan tercatat meningkat secara bulanan karena peningkatan permintaan menjelang Idulfitri.
Sementara itu, komponen harga yang diatur pemerintah tercatat masih mengalami deflasi sebesar 3,16% (yoy), lebih rendah dari angka deflasi Februari 2025. Hal ini dipengaruhi oleh berakhirnya tarif diskon listrik di bulan Maret dan terjadinya inflasi tarif angkutan antarkota di masa mudik. Sementara itu, kebijakan PPN DTP tiket pesawat menyebabkan terjadinya deflasi secara bulanan pada tarif angkutan udara.
“Inflasi Maret 2025 terus dijaga agar terkendali, khususnya untuk harga pangan agar tetap stabil di masa Ramadan dan Idulfitri. Selain itu, berbagai insentif yang diberikan seperti diskon tarif tol dan PPN DTP Tiket Pesawat di masa HBKN Ramadan dan Idulfitri berkontribusi menahan kenaikan inflasi, sehingga diharapkan dapat menopang pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2025,” ujar Febrio.
Ke depan, lanjut Febrio, pemerintah akan terus konsisten dalam menerapkan kebijakan untuk menjaga angka inflasi agar berada dalam rentang sasaran inflasi, utamanya inflasi pangan melalui koordinasi TPIP dan TPID.
Stabilitas harga bahan pangan pokok seperti beras terus diupayakan dengan menjaga dan melakukan pengawasan stok pangan, termasuk dalam menjaga target penyerapan gabah/beras di masa panen raya dalam mewujudkan cita-cita ketahanan pangan.