Jakarta, Portonews.com – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) baru saja mengungkap temuan terkait maraknya peredaran produk pangan ilegal, kedaluwarsa, dan rusak di Indonesia. Dalam hasil pengawasan yang intensif selama Ramadan dan Idulfitri 1446 Hijriah/2025, BPOM melaporkan lebih dari 500 juta rupiah kerugian akibat temuan ini. Produk-produk tersebut meliputi pangan yang tidak memiliki izin edar (TIE), sudah kedaluwarsa, atau rusak. Total produk pangan yang tidak memenuhi ketentuan (TMK) ditemukan mencapai lebih dari 35.000 unit. Temuan ini mempertegas pentingnya pengawasan yang lebih ketat terhadap produk pangan yang beredar, baik di pasar offline maupun e-commerce, untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang mengintai.
Konferensi pers yang diadakan di Gedung Bhinneka Tunggal Ika BPOM, Jumat (21/3), bertujuan untuk menyampaikan hasil pengawasan yang dilakukan oleh 76 unit pelaksana teknis (UPT) BPOM bersama dengan berbagai pihak lintas sektor. Pengawasan berbasis risiko ini fokus pada sarana peredaran pangan yang memiliki catatan buruk, termasuk gudang marketplace, seiring dengan tren belanja masyarakat yang kini banyak dilakukan secara online.
“Pelaksanaan intensifikasi pengawasan terfokus pada pengawasan pangan olahan di sarana peredaran seperti importir, distributor, ritel, dan gudang e-commerce dengan prioritas pada pengawasan pangan TIE, kedaluwarsa, dan rusak,” ungkap Taruna Ikrar. BPOM memberikan perhatian khusus pada sarana peredaran dengan distribusi pangan yang tinggi, terutama di ritel modern, untuk memastikan bahwa pangan yang sampai ke masyarakat aman dan memenuhi ketentuan yang berlaku.
Pada periode 24 Februari hingga 19 Maret 2025, BPOM memeriksa 1.190 sarana peredaran pangan olahan di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, 50,3% sarana yang diperiksa adalah ritel modern, diikuti oleh sarana ritel tradisional (30,6%), gudang distributor (18%), gudang importir (1%), dan gudang e-commerce (0,2%).
Hasilnya, BPOM menemukan 68,4% sarana yang memenuhi ketentuan, sementara sisanya TMK. Temuan yang paling banyak ditemukan adalah pangan olahan ilegal, dengan jumlah mencapai 19.795 unit, yang banyak ditemukan di wilayah perbatasan, seperti Batam, Tarakan, Balikpapan, dan Pontianak. Temuan ini memerlukan pengawasan lintas sektor yang lebih intensif.
Selain produk ilegal, BPOM juga menemukan pangan kedaluwarsa, seperti mi instan, minuman serbuk berperisa, bumbu penyedap rasa, bahan tambahan pangan (BTP), dan susu ultra high temperature (UHT). Sebanyak 14.300 unit pangan kedaluwarsa ditemukan di berbagai wilayah, seperti Manokwari, Jambi, Kupang, Bandung, dan Palangkaraya. Sementara itu, produk pangan rusak, seperti krimer kental manis, yogurt, susu UHT, dan olahan perikanan kalengan, banyak ditemukan di Mataram, Jambi, Mamuju, Surabaya, dan Merauke.
Taruna Ikrar menyebutkan bahwa produk rusak dan kedaluwarsa banyak ditemukan di wilayah timur Indonesia. Lamanya rantai distribusi pangan ke wilayah Indonesia Timur diduga menjadi salah satu penyebab temuan produk rusak dan kedaluwarsa ini, selain sistem penyimpanan dan pengecekan di gudang yang tidak memenuhi ketentuan.
Selain pengawasan di sarana offline, BPOM juga melakukan patroli siber untuk memantau peredaran produk pangan olahan yang tidak memenuhi ketentuan di platform digital, termasuk e-commerce. Hasilnya, BPOM menemukan 4.374 tautan yang menjual produk pangan TIE, dengan mayoritas produk berasal dari luar negeri, seperti Malaysia, Jepang, Nigeria, Singapura, Australia, dan Belgia.
Konferensi pers ini dihadiri oleh pejabat tinggi madya dan pratama di lingkungan BPOM pusat serta seluruh kepala unit pelaksana teknis (UPT), baik secara langsung maupun melalui Zoom Meeting. Setelah memaparkan hasil intensifikasi pengawasan secara umum, Kepala BPOM menyempatkan berdiskusi singkat dengan kepala UPT yang bergabung secara daring. Kepala BPOM meminta salah satu perwakilan UPT, yaitu Kepala Balai POM di Batam, Musthofa Anwari, untuk menjelaskan langkah-langkah yang diambil dalam mengatasi peredaran pangan TIE di Batam.
Musthofa Anwari menjelaskan bahwa Balai POM di Batam meningkatkan pengawasan di perbatasan dengan melibatkan lintas sektor. Selain itu, timnya secara rutin melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya mengecek kemasan, label, izin edar, dan kedaluwarsa (Cek KLIK). Balai POM di Batam juga menindak tegas pelanggaran yang ditemukan di bidang obat dan makanan.
Pernyataan yang sama disampaikan oleh Kepala BPOM. Hasil temuan intensifikasi pengawasan pangan tahun ini akan ditindaklanjuti BPOM dengan penelusuran lebih lanjut. “Jika ditemukan bukti yang cukup, BPOM tidak akan ragu untuk menindak pelaku pelanggaran secara hukum,” ujar Taruna Ikrar menutup konferensi pers. “Jangan main-main dengan BPOM, kami akan tegas melindungi masyarakat,” tegasnya.