Jakarta, Portonews.com – Indonesia menghadapi badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang belum juga reda, dengan dampak yang semakin meluas pada tahun 2025. Berbagai sektor mulai dari tekstil, alat musik, hingga makanan cepat saji terpaksa mengurangi jumlah tenaga kerja mereka atau bahkan menutup seluruh operasional. Salah satu yang terbaru adalah Sritex Group, yang menghentikan seluruh operasionalnya mulai 1 Maret 2025, mempengaruhi 10.665 pekerja. Dari jumlah tersebut, 1.065 orang di PT Bitratex Semarang terpaksa di-PHK pada Januari 2025, diikuti oleh PHK pada 26 Februari 2025 di PT Sritex Sukoharjo sebanyak 8.504 orang, PT Primayuda Boyolali sebanyak 956 orang, serta beberapa perusahaan lainnya.
Tidak hanya sektor tekstil, sektor lain seperti industri alat musik juga terdampak. Yamaha Music Indonesia, yang beroperasi di dua pabrik di Indonesia, mengumumkan penutupan operasional pada akhir Maret 2025, yang diperkirakan akan mempengaruhi 1.100 pekerja. Sementara itu, PT Fast Food Indonesia Tbk (pemegang waralaba KFC di Indonesia) juga tidak luput dari krisis. Pada kuartal ketiga 2024, perusahaan ini tercatat mengalami kerugian Rp558 miliar, yang menyebabkan penutupan 47 gerai dan pemutusan hubungan kerja terhadap 2.274 karyawan.
Industri elektronik juga tidak terhindar. PT Sanken Indonesia, misalnya, berencana menutup pabriknya di Cikarang, Jawa Barat pada Juni 2025, yang akan mengakibatkan 400 pekerja kehilangan pekerjaan, setelah sebelumnya lebih dari 500 karyawan diberhentikan. Total pekerja yang terdampak oleh PHK Sanken mencapai 900 orang.
Gelombang PHK ini semakin memprihatinkan mengingat kondisi ekonomi Indonesia yang masih belum stabil. Banyak pihak mengingatkan bahwa bila pemerintah tidak segera mengambil langkah konkrit, Indonesia berisiko menghadapi krisis besar pada akhir tahun 2025 hingga awal 2026. Buruh pun mengancam akan menggelar demo besar-besaran pada 5 Maret 2025 mendatang untuk menuntut perlindungan lebih bagi para pekerja yang terdampak.
Dalam menghadapi situasi ini, Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer Gerungan, berusaha memberikan harapan dengan menyebutkan bahwa masih banyak peluang kerja yang tersedia di sektor-sektor lain. Menurutnya, perusahaan seperti Huawei berencana membuka sekitar 30.000 lapangan kerja. Ia juga mengungkapkan bahwa di Garut, Jawa Barat, ada penerimaan sekitar 10.000 pekerja yang diharapkan dapat membantu mengurangi dampak PHK yang terjadi.
“Kita akan mencari industri yang membuka lapangan pekerjaan. Hari Senin, saya akan datang ke Garut, Jawa Barat. Di situ ada penerimaan lapangan pekerjaan sekitar sepuluh ribu,” ujarnya, seperti dilansir eramuslim.com
Disisi lain, serikat pekerja seperti Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menuntut agar pemerintah lebih aktif dalam melindungi buruh. Presiden KSPI, Said Iqbal, menyebutkan bahwa sejak awal tahun 2025, lebih dari 3.000 pekerja telah kehilangan pekerjaan, dan jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah. Ia juga menyatakan bahwa ancaman PHK mengintai sektor otomotif, terutama industri truk dan dump truck, yang terdampak oleh banjir impor dari China. Iqbal menegaskan bahwa jika pemerintah tidak segera mengambil tindakan yang lebih serius, angka pengangguran akan terus meningkat dan industri nasional bisa terancam runtuh.
Sementara itu, di sektor lain, perusahaan seperti PT Tokay Bekasi juga ikut serta dalam daftar perusahaan yang melakukan efisiensi tenaga kerja, yang semakin memperburuk situasi ketenagakerjaan di Indonesia. Keputusan PHK ini tidak hanya mengurangi jumlah tenaga kerja, tetapi juga memunculkan kekhawatiran akan masa depan ekonomi dan industri Indonesia.