Jakarta, Portonews.com – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa sekitar 10 juta masyarakat kelas atas di Indonesia masih gemar berbelanja di luar negeri. Menurutnya, situasi ini menjadi tantangan bagi pemerintah dalam menggenjot daya beli masyarakat di dalam negeri.
“Nah, ini kebanyakan mereka belanjanya tidak di Indonesia, padahal daya beli mereka tinggi. Sebetulnya belanja itu perlu ditarik agar terjadi di dalam negeri,” ujar Airlangga di acara BNI Investor Daily Round Table di Jakarta, Rabu (15/1).
Airlangga menjelaskan, tingkat daya beli masyarakat Indonesia sejauh ini sebenarnya relatif baik, terlihat dari konsumsi rumah tangga yang masih menjadi penopang pertumbuhan ekonomi hingga kuartal III 2024. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga tumbuh 2,55 persen (year on year) pada kuartal III. Peningkatan tersebut dipicu konsumsi di sektor restoran dan hotel, beriringan dengan melonjaknya jumlah wisatawan nusantara serta naiknya tingkat hunian kamar hotel.
Lebih jauh, Airlangga memaparkan bahwa daya beli masyarakat juga tercermin melalui Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Bank Indonesia (BI) melaporkan IKK Desember 2024 sebesar 127,7, lebih tinggi dibandingkan 125,9 pada bulan sebelumnya. Angka ini mengindikasikan naiknya keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian.
Pemerintah telah menggelar berbagai program belanja murah pada akhir 2024 sebagai strategi mendorong daya beli. Program tersebut mencatatkan nilai transaksi sebesar Rp71,5 triliun, yang berasal dari total pembelian pada Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas), Program Belanja di Indonesia Aja (BINA), dan Every Purchase is Cheap (EPIC) Sale 2024. Sejumlah besar transaksi didominasi oleh produk UMKM nasional.
“Pada periode 11–29 Desember (2024), tercatat total transaksi Rp71,5 triliun, naik 15 persen dari tahun sebelumnya. Artinya, daya beli dan daya dorong masyarakat masih ada,” ujar Airlangga.