Jakarta, Portonews.com – Setiap tahun, tradisi membeli baju baru untuk menyambut Idulfitri tetap menjadi ritual yang tak lekang oleh waktu. Namun, di balik antusiasme yang mewarnai momen ini, muncul pertanyaan penting, apakah euforia fesyen ini justru berkontribusi pada kerusakan lingkungan ?
Maria Nala Damayanti, dosen Program Textile and Fashion Design (DFT) Petra Christian University (PCU), menyampaikan bahwa tradisi ini sebenarnya tidak salah, namun perlu disikapi dengan kebijaksanaan. “Idulfitri adalah momen untuk menyegarkan jiwa dan hati, dan baju baru menjadi simbol dari pembaruan tersebut,” ujarnya seperti dilansir laman RRI pada Sabtu (29/3).
Meski begitu, ia mengingatkan bahwa kebiasaan membeli pakaian baru secara berlebihan dapat memicu penumpukan barang yang berujung pada masalah limbah fesyen. Limbah fesyen ini menjadi tantangan serius karena banyak bahan pakaian yang sulit terurai dan susah didaur ulang.
“Industri fesyen merupakan penyumbang limbah terbesar kedua setelah plastik. Banyak bahan murah yang tidak mudah terurai, yang akhirnya semakin membebani lingkungan,” jelasnya.
Sebagai alternatif, Maria mengajak masyarakat untuk menerapkan konsep YONO (You Only Need One) saat berbelanja baju Lebaran. Konsep ini mengedepankan pemilihan pakaian berkualitas dibandingkan kuantitas, sehingga dapat mengurangi jumlah limbah fesyen yang dihasilkan.
“Kita bisa memadukan pakaian lama dengan sedikit kreativitas. Pilihan warna yang senada atau kombinasi baru bisa menciptakan tampilan segar tanpa perlu berbelanja secara berlebihan,” ujarnya.
Dengan langkah-langkah sederhana ini, kita masih bisa merayakan Idul Fitri dengan penuh makna, tanpa menambah beban bagi lingkungan.