Jakarta, Portonews.com – Dalam menghadapi tantangan energi yang semakin kompleks, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menegaskan pentingnya kolaborasi dengan mitra industri dan internasional. Menurut Handoko, riset dan inovasi energi di Indonesia masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara lain, sehingga dibutuhkan mekanisme pengembangan bersama (co-development) untuk mempercepat kemajuan sektor ini.
“Pengembangan produk berbasis riset memang membutuhkan biaya besar dan memiliki risiko tinggi. Oleh karena itu, peran pemerintah menjadi sangat penting dalam memfasilitasi dan membantu kolaborasi dengan industri,” ungkap Handoko dalam diskusi bertajuk “Indonesia Update Energy Transition, Renewable Energy, & EV Ecosystem Development” yang diadakan di Kawasan Sains dan Teknologi B.J. Habibie, Serpong, pada Selasa (25/2).
Handoko juga menyampaikan bahwa Indonesia, dengan banyaknya pulau kecil, membutuhkan solusi energi yang lebih efektif dan efisien, berbeda dengan pembangunan sumber energi terpusat seperti pembangkit listrik konvensional. Dalam hal ini, BRIN diharapkan dapat mengembangkan solusi inovatif untuk mengatasi tantangan tersebut.
“Indonesia menghadapi tantangan serius dalam hal pangan dan energi. Meskipun tidak sebesar China, Indonesia tetap merupakan negara besar dengan jumlah penduduk yang cukup banyak,” tambah Handoko, menekankan pentingnya inovasi di sektor energi.
Sejak berdiri hampir empat tahun lalu, BRIN diminta untuk fokus pada sektor pangan dan energi, yang keduanya sangat erat kaitannya dengan perubahan iklim dan lingkungan. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia menghadapi tantangan besar dalam hal penyediaan energi yang berkelanjutan.
“BRIN siap menjadi perwakilan pemerintah dalam mendorong kolaborasi dengan mitra internasional untuk kemajuan bersama,” tegas Handoko.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Yuliot Tanjung, dalam kesempatan yang sama, mengungkapkan upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi minyak nasional melalui teknologi seperti fracking, enhanced oil recovery (EOR), dan horizontal drilling. Langkah-langkah tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi produksi minyak, terutama di wilayah timur Indonesia.
“Pemerintah menargetkan produksi minyak mencapai 1 juta barel per hari pada 2030 melalui skema kerja sama yang lebih menarik bagi investor,” jelas Yuliot.
Masalah lain yang turut dihadapi adalah tingginya konsumsi LPG rumah tangga di Indonesia. Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan produksi LPG domestik dan mengembangkan penggunaan LNG melalui jaringan gas, guna mengurangi ketergantungan terhadap impor.
Dalam mendukung transisi energi dan ekosistem kendaraan listrik, Ketua Forum Sinergi Inovasi Industri (FSII), Tito Loho, menyatakan bahwa BRIN dan FSII sedang mempersiapkan partisipasi Indonesia dalam pameran teknologi di Shenzhen, Tiongkok. Partisipasi ini bertujuan untuk menunjukkan kesiapan Indonesia sebagai mitra strategis dalam sektor teknologi dan energi.
“Dengan semangat inovasi dan kolaborasi, Indonesia bertekad untuk menjadi negara yang cerah dalam sektor energi dan teknologi. Semua ini bergantung pada sinergi dan kontribusi para pelaku industri,” ujar Tito.
Diskusi ini diharapkan dapat mempercepat kerja sama antara pemerintah, industri, dan mitra internasional dalam transisi energi dan pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Dengan langkah-langkah konkret dan sinergi yang kuat, Indonesia diharapkan semakin siap menghadapi tantangan energi di masa depan.
Acara ini juga dihadiri oleh berbagai tim dari BRIN, serta perwakilan dari PLN, Icon Plus, Terry Motor Indonesia, TransJakarta, Indika, PIREN Engineering, Indonesia Power, Nusantara Power, dan delegasi dari Tiongkok.