Jakarta, Portonews.com – Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang berlaku sejak 1 Januari 2025 menjadi sorotan berbagai pihak, terutama di sektor perbankan dan keuangan. Pengamat perbankan sekaligus praktisi sistem pembayaran, Arianto Muditomo, menyebutkan kredit kendaraan, kredit multiguna, dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) berpotensi paling terdampak.
“Kendaraan bermotor akan terkena dampak ganda karena kenaikan tarif PPN dan pajak kendaraan bermotor (PKB), ditambah opsen PKB. Ini dapat memperlambat penyaluran kredit baru di sektor tersebut,” ujar Arianto saat dihubungi, Kamis (2/1).
Ia mengatakan, kendati ada potensi perlambatan penyaluran kredit, kredit yang sudah berjalan (eksisting) dan non-performing loan (NPL) diperkirakan tidak terlalu terpengaruh. Khusus KPR, yang tenornya bisa mencapai 20 tahun, kenaikan PPN diyakini berdampak lebih kecil dibandingkan kredit kendaraan.
Selain menurunkan permintaan kredit, Arianto menilai kenaikan PPN juga dapat memengaruhi Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan, sebab besaran penghasilan masyarakat untuk ditabung bisa menipis. “Mayoritas nasabah perbankan adalah individu, bukan pengusaha. Sehingga DPK keluar berpotensi lebih besar daripada yang masuk,” jelasnya.
Sementara itu, dari sudut pandang otoritas pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memastikan akan mengembalikan dana masyarakat yang terkena tarif 12 persen untuk transaksi bukan barang mewah. “Prinsipnya, kalau ada kelebihan dipungut, mesti dikembalikan,” kata Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (2/1).
DJP tengah menyusun skema teknis pengembalian pajak tersebut, antara lain dengan membetulkan faktur pajak yang dilaporkan. “Ada faktur pajak yang diterbitkan secara insidentil, ada juga yang terbit sistematis. Kami akan melihat berbagai kemungkinan agar hak wajib pajak tidak terbebani,” ujar Suryo.
Direktur Peraturan Perpajakan I DJP, Hestu Yoga, menambahkan bahwa wajib pajak pada prinsipnya boleh mengajukan pengembalian dana melalui Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) maupun pengkreditan tarif 12 persen bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Hal ini dipermudah dengan sistem DJP yang sudah saling terintegrasi, sehingga faktur pajak yang diterbitkan penjual akan muncul otomatis untuk dikreditkan oleh pembeli.
Bagi konsumen akhir, kemungkinan pengembalian pajak pun tetap ada, selama konsumen memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan faktur pajak yang diterbitkan merupakan faktur standar. “Kami sedang mematangkan skema teknisnya. Jika perlu, kami akan keluarkan aturan tambahan. Prinsipnya, kami ingin tidak memberatkan wajib pajak,” kata Hestu.
Kenaikan PPN 12 persen sendiri diberlakukan terbatas pada barang mewah dan kendaraan bermotor. Untuk barang dan jasa di luar kategori tersebut, pemerintah menerapkan tarif efektif 11 persen dengan mekanisme perhitungan 11/12 dikalikan tarif PPN 12 persen. Presiden Prabowo Subianto mengumumkan batasan ini pada 31 Desember 2024, hanya satu hari sebelum aturan baru diberlakukan. Sementara itu, sejumlah transaksi digital, seperti Google, Apple, dan Tokopedia, dilaporkan sudah memungut tarif 12 persen sejak 1 Januari 2025 sesuai amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).