Jakarta, Portonews.com – Chief India and Indonesia Economist HSBC Global Research, Pranjul Bhandari, memperkirakan perekonomian Indonesia tumbuh 5,1 persen (year on year) pada 2025, sedikit lebih tinggi dibanding posisi 4,9 persen (yoy) pada September 2024. Walau demikian, ia menilai bahwa target pertumbuhan 8 persen yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto memerlukan upaya reformasi struktural yang lebih menyeluruh.
Pranjul melihat bahwa sepanjang 2024, pertumbuhan ekonomi sempat melambat, tercermin dari kontraksi Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur selama lima bulan berturut-turut dan pertumbuhan kredit yang meskipun kuat, namun mulai menurun. Pada 2025, ekonomi Indonesia kemungkinan lebih baik, dipengaruhi perbaikan PMI Manufaktur Desember 2024 serta peningkatan ekspor.
Ia menekankan, kebijakan fiskal dan moneter memegang peran penting. Dari sisi fiskal, defisit diperkirakan meningkat pada 2025 akibat program makan bergizi gratis. Meski begitu, defisit masih di bawah 3 persen dari PDB. Sementara, Bank Indonesia (BI) diprediksi menurunkan suku bunga acuan (BI-Rate) sebanyak tiga kali pada 2025, hingga berada di level 5,25 persen per Juni dari posisi 6 persen saat ini.
Pranjul juga menyampaikan bahwa inflasi kemungkinan tetap di bawah target tengah Bank Indonesia 2,5 persen, melanjutkan tren Desember 2024 yang tercatat 1,57 persen (yoy). Ia mengapresiasi koordinasi antarkementerian yang berhasil menjaga stabilitas harga pangan. Meskipun begitu, tantangan masih ada di sisi investasi asing langsung (FDI) yang belum menguat, seperti juga dialami negara-negara berkembang lainnya.
Terkait target pertumbuhan 8 persen, ia menilai kebijakan fiskal dan moneter saja tak cukup. Indonesia, katanya, perlu melakukan diversifikasi ekspor, menanjak ke rantai nilai manufaktur global, serta memperluas perjanjian dagang. Dengan strategi itu, ekonomi berpotensi mendekati ambang pertumbuhan 8 persen.
Di panggung internasional, HSBC memandang The Fed akan menurunkan suku bunga sebanyak 25 basis poin tiga kali sepanjang 2025, sementara pertumbuhan PDB global diperkirakan berada di angka 2,7 persen—sama seperti tahun sebelumnya. Pertumbuhan di Asia (di luar Jepang) masih terbilang tangguh di kisaran 4,4 persen, sedangkan ASEAN-6 diproyeksikan tumbuh 4,8 persen.
Indonesia sendiri baru saja menjadi anggota penuh BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan). Pranjul menyebut partisipasi RI di BRICS dapat membuka peluang ekonomi jangka menengah, meski saat ini banyak negara anggota BRICS dinilai belum memanfaatkan potensi kerja sama semaksimal mungkin. Jika hal itu bisa dioptimalkan, Indonesia berpeluang meningkatkan volume ekspor dan memperkuat laju pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) riil.