Jakarta, Portonews.com – Sebagai bagian dari upaya pemerintah Indonesia dalam mengoptimalkan potensi sumber daya alam, MIND ID terus berkomitmen untuk memperkuat sektor industri pertambangan, khususnya tembaga. Perusahaan ini tidak hanya memastikan ketersediaan bahan baku untuk kebutuhan industri secara berkelanjutan, tetapi juga berperan aktif dalam mendorong hilirisasi dan pertumbuhan industri berbasis sumber daya alam di dalam negeri. Selain memperkuat posisi Indonesia di pasar global, peningkatan produksi ini juga membuka peluang bagi tumbuhnya industri manufaktur berbasis tembaga di dalam negeri.
Indonesia memiliki cadangan tembaga sebesar 28 juta ton, menjadikannya sebagai negara dengan cadangan tembaga terbesar ketujuh di dunia. Pada tahun 2023, produksi tembaga nasional tercatat mencapai 840 ribu metrik ton, dengan sebagian besar sudah diolah di dalam negeri melalui kebijakan hilirisasi yang terus diperkuat oleh pemerintah.
Heri Yusuf, Corporate Secretary MIND ID, mengungkapkan bahwa kebutuhan tembaga di Indonesia akan semakin meningkat seiring dengan perkembangan sektor-sektor seperti energi hijau, pembangkit listrik, dan kendaraan listrik. Sebagai mineral strategis, tembaga memainkan peran kunci dalam penghantaran energi. Dengan kekuatan ekosistem yang semakin kokoh, industri pendukung berbasis tembaga berpotensi tumbuh pesat di dalam negeri.
“Kami di MIND ID terus konsisten menjalankan hilirisasi tembaga secara berkelanjutan, serta mendukung industri dalam menciptakan produk-produk teknologi inovatif berbasis tembaga di dalam negeri,” ujar Heri.
Salah satu upaya nyata MIND ID dalam mendukung hilirisasi adalah dengan menghadirkan smelter PT Freeport Indonesia di Gresik, Jawa Timur. Smelter ini menjadi infrastruktur vital dalam pemurnian tembaga yang akan memperbesar kapasitas produksi dan meningkatkan nilai tambah mineral di Indonesia.
“Seiring dengan beroperasinya smelter Manyar, produksi katoda tembaga dari Freeport akan mencapai 1 juta ton per tahun. Ini juga akan mendorong total produksi katoda tembaga Indonesia menjadi 1,5 juta ton per tahun,” terang Heri. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa peningkatan kapasitas ini menempatkan Indonesia di posisi strategis dalam industri global. Dengan kapasitas produksi yang lebih besar, Indonesia berpotensi menjadi produsen katoda tembaga terbesar keempat di dunia, menggantikan Jepang.
Saat ini, tiga negara produsen tembaga terbesar adalah China dengan 12 juta ton, Chile dengan 2 juta ton, dan Kongo dengan 1,9 juta ton.
Heri menambahkan bahwa dengan pasokan tembaga yang lebih besar dan berkelanjutan, diharapkan akan lebih banyak investor yang tertarik untuk membangun pabrik-pabrik manufaktur di sekitar kawasan industri Gresik.
Dengan berkembangnya industri di Gresik, investor akan mendapatkan jaminan pasokan tembaga yang lebih dekat, sehingga meningkatkan efisiensi operasional. “Kami sangat berharap industrialisasi berbasis sumber daya alam mineral ini dapat berjalan optimal, mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, dan menjadi bagian dari visi Indonesia Emas 2045,” tutup Heri.