Jakarta, Portonews.com – Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman, yang berada di bawah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menggelar sebuah webinar bertajuk “Mengungkap Dasar Molekuler dan Sitogenetika pada Kasus Differences in Sex Development (DSD) dan Kelainan Kongenital Multipel (KKM).” pada (28/11), Acara ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas laboratorium molekuler di Indonesia dan mendorong pengembangan metode diagnosis yang lebih canggih.
Kepala Organisasi Kesehatan BRIN, Indi Dharmayanti, menyampaikan dalam sambutannya bahwa saat ini fasilitas pemeriksaan molekuler di Indonesia masih terbatas, khususnya untuk kasus genetik. “Kalaupun ada, biayanya sangat mahal,” katanya. Menurut Indi, penerapan teknologi next generation sequencing (NGS) sangat diperlukan untuk meningkatkan akurasi diagnosis dan efektivitas penanganan pasien yang mengalami kelainan genetik kompleks. Salah satu kelainan yang perlu perhatian adalah Kelainan Kongenital Multipel (KKM), yang sering kali disebabkan oleh kelainan kromosom dan berdampak serius pada kualitas hidup pasien, bahkan dapat menyebabkan disabilitas atau kematian dini.
Pada umumnya, sindrom seperti Down Syndrome dan Turner Syndrome dapat dideteksi melalui pemeriksaan sitogenetika konvensional, seperti karyotyping. Namun, banyak kelainan KKM lainnya yang memerlukan metode pemeriksaan molekuler lebih detail. “Deteksi dini melalui metode sitogenetika modern sangat membantu dalam melakukan intervensi klinis yang tepat dan mendukung konseling genetika bagi pasien dan keluarganya,” ungkap Indi. Ia juga berharap agar webinar ini dapat menjadi forum yang produktif bagi para peneliti, teknisi, dan tenaga kesehatan untuk berbagi informasi dan keahlian serta memperkuat kerja sama di bidang riset dan inovasi diagnostik.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman BRIN, Elisabeth Farah Novita Coutrier, menyoroti pentingnya diagnosis yang tepat dalam menangani kasus DSD dan KKM. Diagnosis yang akurat tidak hanya penting untuk menentukan jenis kelamin, tetapi juga untuk menangani penyebab utama kelainan tersebut yang dapat berdampak pada kecacatan fisik, mental, atau kematian dini pada anak-anak. Farah menegaskan bahwa fasilitas diagnostik molekuler yang ada di Indonesia masih terbatas dan perlu ditingkatkan.
Farah juga menjelaskan bahwa para narasumber, seperti Firman Pratama Idris dari University of Melbourne, akan membahas dasar genetik DSD melalui teknologi genomik dan analisis fungsional, serta R. Hannie Dewi Kartapradja dari Eijkman BRIN yang akan membahas pemeriksaan microarray dan sitogenetika konvensional dalam diagnosis molekuler kasus KKM. Ia berharap, materi yang disampaikan dalam webinar ini dapat membuka wawasan baru, menginspirasi pengembangan metode diagnosis yang lebih akurat, efisien, dan cepat.
Differences in Sex Development (DSD) adalah kelainan bawaan pada sistem reproduksi yang terjadi pada masa perkembangan kromosom maupun genitalia, baik internal maupun eksternal. Kelainan ini langka dan memiliki etiologi yang sangat bervariasi. Proses diagnosis DSD membutuhkan rangkaian pemeriksaan klinis yang mencakup anamnesis, pemeriksaan fisik, analisis kromosom, pemeriksaan hormonal, dan pencitraan. Selain itu, penanganan DSD juga memerlukan pendekatan multidisiplin dengan melibatkan tim medis dari berbagai bidang.
Indi Dharmayanti menutup sambutannya dengan menyatakan bahwa penting bagi masyarakat untuk memahami pentingnya diagnosis cepat dalam kasus-kasus kelainan perkembangan jenis kelamin. “Di masyarakat, mungkin kita sering mendengar berita tentang kesulitan dalam menentukan jenis kelamin bayi atau anak karena bentuk kelamin luarnya ambigu. Tentu saja, kondisi ini membutuhkan diagnosis cepat agar keluarga tidak salah dalam mengasuh anaknya sebagai laki-laki atau perempuan,” ungkap Indi.
Dengan adanya webinar ini, diharapkan dapat terjadi peningkatan kapasitas laboratorium molekuler di Indonesia yang dapat mendukung pengembangan metode diagnosis berbasis teknologi canggih, serta menjadikan riset dan kolaborasi sebagai langkah konkret dalam mengatasi tantangan dalam diagnosis kelainan genetik di tanah air.