Jakarta, Portonews.com – Jepang dan Indonesia perkuat kerja sama dalam pengembangan teknologi radioisotop dengan fokus pada produksi Mo-99 dan Tc-99m. Akio Ohta, peneliti dari Chiyoda Technol Corporation (CTC), mengungkapkan bahwa pihaknya telah menjalin kolaborasi dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam penelitian dan pengembangan teknologi ekstraksi Mo-99 dan Tc-99m melalui Japan Atomic Energy Agency (JAEA). Kerja sama ini telah berlangsung selama beberapa waktu.
“Kami menghubungi BRIN karena kami yakin dan percaya atas teknologi serta pengalaman BRIN dalam produksi Mo-99. Peran CTC dalam kerja sama ini adalah menyediakan bahan baku Mo-99 serta kapsul bagian dalam,” ujar Ohta pada kunjungannya ke BRIN di Kawasan Sains dan Teknologi (KST) B.J. Habibie Serpong pada Senin, 18 November.
Tita Puspitasari, Kepala Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka dan Biodosimetri (PRTRRB) BRIN, menjelaskan bahwa kolaborasi ini dimulai dari skala penelitian dan diharapkan dapat berkembang ke tahap industri. Tujuan utama dari kerja sama ini adalah untuk memenuhi kebutuhan radioisotop di Indonesia dan dunia, dengan memanfaatkan fasilitas radiasi dari Reaktor Serba Guna G.A. Siwabessy (RSG-GAS).
Tita menambahkan bahwa bahan baku Mo-99 yang diperoleh dari alam serta Mo-99 yang diperkaya milik CTC akan diradiasi di RSG-GAS untuk evaluasi lebih lanjut. “CTC akan memvalidasi proses pembuatan Mo-99 setelah radiasi di reaktor, dengan mengukur dan menguji berbagai parameter seperti aktivitas, kemurnian, pH, dan lainnya untuk memastikan kualitas bahan baku yang digunakan,” jelas Tita.
Kerja sama ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) riset BRIN dan mengoptimalkan pemanfaatan RSG-GAS untuk produksi radioisotop. Mo-99, yang menjadi bahan dasar bagi produksi Tc-99m, sangat dibutuhkan dalam dunia medis, khususnya untuk keperluan diagnostik dalam kedokteran nuklir. “Tc-99m yang berasal dari Mo-99 sangat dibutuhkan, tidak hanya di Indonesia tetapi juga secara global. Para dokter masih lebih menyukai Tc-99m berbasis reaktor karena harganya yang jauh lebih murah dibandingkan dengan yang diproduksi melalui siklotron,” tambah Tita.
Direktur Pengelolaan Fasilitas Ketenaganukliran BRIN, R. Mohammad Subekti, menambahkan bahwa kerja sama ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan radioisotop baik untuk kepentingan lokal Indonesia maupun untuk pasar regional. “BRIN bekerja sama dengan Jepang untuk memproduksi Tc-99m dalam jumlah besar untuk kebutuhan dalam negeri, dengan sebagian produksinya juga bisa diekspor ke Jepang,” ungkapnya.
Jepang, yang merupakan produsen utama Tc-99m, saat ini menghadapi tantangan dalam produksinya karena beberapa reaktor riset di dunia sedang dalam masa perawatan. Subekti menjelaskan bahwa, setelah wabah Covid-19, beberapa reaktor mengalami gangguan operasional yang mempengaruhi kelangsungan produksi radioisotop, khususnya Tc-99m. “Hal ini berdampak pada pasokan radioisotop, dan kolaborasi ini diharapkan dapat membantu mengatasi kekurangan tersebut,” tutup Subekti.