Jakarta, Portonews.com – Tim peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) yang dipimpin oleh Prof. Ferian Anggara berhasil menciptakan inovasi baru yang mengubah batu bara kalori rendah, yang selama ini dianggap tidak berguna, menjadi produk bernilai tinggi. Produk tersebut diberi nama Gamahumat, sebuah senyawa humat yang berfungsi sebagai pembenah tanah atau soil stabilizer. Keberhasilan ini tidak hanya menarik perhatian akademisi, tetapi juga mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan Tinggi (LPDP) dalam skema penelitian INSPIRASI.
Pendanaan yang diberikan oleh LPDP untuk mendukung pengembangan Gamahumat dan inovasi terkait, seperti produk nanosilika dan hidrogel, akan berlangsung hingga tahun 2026. Dalam kesempatan terpisah, Prof. Ferian menjelaskan bahwa nanosilika yang diproduksi memiliki ukuran kurang dari 10 mikron dan dapat diserap dengan mudah oleh tanaman, sedangkan hidrogel yang dikembangkan berfungsi sebagai media tanam yang dapat menyimpan air, asam humat, dan nanosilika. Produk hidrogel ini sangat cocok digunakan di lahan yang kekurangan air, seperti lahan reklamasi tambang atau lahan tadah hujan. Dengan menggunakan hidrogel, tanaman tidak perlu disiram secara rutin pada awal masa tanam, karena setelah akarnya kuat, tanaman akan mencari air secara mandiri.
Ketiga produk ini Gamahumat, nanosilika, dan hidrogel merupakan hasil dari penelitian dengan topik circular economy yang didanai oleh LPDP. “Penggabungan produk-produk ini menyasar pada lahan yang kekurangan unsur hara agar dapat ditanami dan produktivitasnya meningkat,” kata Prof. Ferian.
Keunggulan Gamahumat, menurut Ferian, adalah kemampuannya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. Dalam uji coba di kawasan persawahan Bimomartani, hanya dengan menggunakan 15% dosis pupuk NPK dan urea yang biasanya digunakan, hasil panen padi dapat mencapai 80% dari hasil yang diperoleh dengan pemupukan lengkap. “Hasil panen dapat mendekati layaknya produktivitas padi yang sepenuhnya menggunakan NPK dan urea,” jelas Ferian kepada wartawan akhir Oktober lalu.
Dengan potensi besar yang dimiliki Indonesia dalam sumber daya batu bara kalori rendah tercatat mencapai 30% dari total cadangan batu bara nasional Ferian optimis bahwa Gamahumat dapat menjadi solusi untuk mengoptimalkan pemanfaatan batu bara yang selama ini kurang dimanfaatkan. Sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan hal tersebut, Prof. Ferian menggandeng PT Bukit Asam yang memiliki cadangan batu bara kalori rendah. Kerjasama ini telah dimulai sejak 2018 dengan pendanaan riset, dan pada tahun 2023, PT Bukit Asam turut memberikan dana padanan dalam skema matching fund Kedaireka untuk penelitian lanjutan.
Saat ini, tim peneliti tengah mengembangkan teknologi untuk memproduksi Gamahumat dalam skala yang lebih besar. Mereka telah berhasil memproduksi 20 liter senyawa humat basah per hari dari 5 kg batu bara, dan berencana untuk mengoperasikan pabrik skala pilot di Peranap, Riau, pada 2025. Pabrik ini diperkirakan dapat memproduksi hingga 60 ton senyawa humat per tahun. “Obsesi kami sebagai peneliti adalah bagaimana kami bisa mengoptimalkan pemanfaatan hasil pertambangan sehingga memiliki nilai tambah tinggi dengan konsep ekonomi sirkular,” tuturnya.
Inovasi ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan produktivitas pertanian Indonesia, tetapi juga mendukung pemerintah dalam mencapai swasembada pangan. Dengan pendanaan dan dukungan dari berbagai pihak, diharapkan produk-produk seperti Gamahumat dapat mempercepat terwujudnya sistem pertanian yang lebih efisien dan berkelanjutan.