Kendal, Portonews.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan pabrik anoda baterai litium di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kabupaten Kendal, Jawa Tengah untuk memperkuat ekosistem kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di tanah air mulai terlihat nyata.
“Dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim pada pagi hari ini saya resmikan pabrik anoda baterai litium PT Indonesia BTR New Energy Material di Kabupaten Kendal di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia,” kata Presiden dalam sambutannya, Rabu (7/8).
Jokowi menghargai kecepatan pembangunan pabrik tahap pertama di KEK Kendal tersebut dalam waktu 10 bulan pascapenandatanganan perjanjian kerja sama di Beijing, China, Oktober 2023.
“Saya sangat menghargai kecepatan pembangunan pabrik ini, baru 10 bulan yang lalu kita tanda tangan (perjanjian kerja sama) di Beijing (China) tahu-tahu pabriknya sudah jadi. Ini yang namanya kecepatan dan bolak-balik saya sampaikan negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lambat dan kita sekarang sudah menjadi negara yang cepat,” ujar Presiden.
Presiden mengungkapkan untuk bahan anoda baterai tersebut memang sebagian masih diimpor berupa natural graphite. Sedangkan untuk artificial graphite diambil dari kilang Pertamina.
“Pabrik bahan anoda baterai ini, ini sebagian memang barangnya kita impor yang untuk natural graphite diimpor dari Afrika. Untuk yang artificial graphite diambil dari kilang Pertamina di Riau untuk dijadikan bahan anoda baterai,” ungkap Presiden.
Sementara untuk litium, jelas Presiden, Indonesia juga masih mengimpor dari Australia.
“Dan juga untuk industri baterai litium memang kita tidak punya litiumnya. Kita juga sudah ambil litiumnya dari Australia, tetapi untuk kobalt, mangan, nikelnya kita ada di Indonesia. Kalau nanti terintegrasi semuanya menjadi barang setengah jadi maupun batang jadi, kita akan menjadi pemasok masuk ke global supply chain,” ucap Presiden.
Presiden mengapresiasi pabrik ini mampu memproduksi bahan anoda baterai sebanyak 80 ribu ton per tahun dengan nilai investasi tahap I ini sudah terealisasi USD478 juta.
Setelah tahap I dan II selesai, Indonesia diperkirakan juga akan menjadi produsen bahan anoda baterai litium-ion terbesar kedua di dunia dengan total produksi 160 ribu ton.
Selain itu Jokowi juga menjelaskan lebih detil upaya-upaya yang telah dilakukan dalam membangun ekosistem EV tersebut. Sehingga ia meyakini nilai tambah ekspor akan semakin meningkat jika kita menyetop ekspor raw material.
“Dimulai dengan nikel yang kita stop ekspor raw material-nya di tahun 2020 dan saat itu banyak yang menentang dari dalam negeri sendiri karena kita pada saat awal kehilangan kurang lebih 1,5 miliar dolar AS atau Rp20-an triliun. Tetapi saat itu saya meyakini bahwa nilai tambah kalau kita stop raw material ini akan melompat naik sekarang sudah USD34 miliar nilai dari ekspor nikel kita,” ungkapnya.
Presiden pun mengakui banyak yang tidak setuju sehingga terjadi pro dan kontra akibat kebijakan tersebut, bahkan sampai digugat oleh Uni Eropa. Ia menegaskan Indonesia adalah negara berdaulat yang tidak bisa didikte oleh siapapun.
“Kepentingan nasional adalah segala-segalanya buat kita tidak bisa kita didikte oleh siapapun. Saya sampaikan kepada menteri, maju terus digugat kalah, banding,” tuturnya.
Berikutnya, kata Presiden, smelter nikel dan turunannya di Morowali (Sulawesi Tengah), Weda Bay (Halmahera Tengah, Maluku Utara), dan lokasi-lokasi lainnya sudah mulai berjalan.
“Bulan Agustus ini dan September nanti smelter dari PT Freeport dan juga PT Amman di Sumbawa dan di Gresik juga sudah akan berproduksi. Smelter bauksit yang ada di Mempawah, Kalimantan Barat saya kira bulan ini atau bulan depan maksimal juga sudah akan mulai percobaan produksinya,” kata Presiden.
Dengan demikian, sebut Jokowi, jika semuanya berjalan maka impian kita dalam membangun ekosistem besar kendaraan listrik yang kuat dan terintegrasi satu per satu mulai terlihat.
“Sehingga kalau semuanya jadi sekali lagi ekosistemnya akan terbangun kita bisa akan masuk ke global supply chain yang itu akan memberikan nilai tambah yang besar, baik masalah rekrutmen tenaga kerja maupun terhadap pertumbuhan ekonomi kita,” ujar Presiden. – ANTARA