Sejak 2017, Delhi telah melarang penggunaan dan penjualan petasan tradisional dan mendorong masyarakat untuk beralih ke petasan ramah lingkungan atau pertunjukan cahaya sebagai alternatif. Meskipun pemerintah Delhi sudah memberlakukan larangan penggunaan kembang api di ibu kota untuk mengurangi polusi, banyak warga yang tetap menyalakan petasan. Beberapa kelompok Hindu berpendapat bahwa larangan ini mengganggu tradisi perayaan Diwali, tetapi pemerintah Delhi menegaskan bahwa kebijakan tersebut diterapkan demi keselamatan warga.
Selain itu, suhu yang semakin dingin juga memperburuk kualitas udara, bersama dengan kabut asap yang berasal dari pembakaran jerami di wilayah utara India. Petani di sana membakar sisa tanaman setelah panen padi untuk menyiapkan ladang bagi penanaman gandum, terutama di musim dingin. Praktik ini menghasilkan asap yang terperangkap di atmosfer, menyebar hingga ke Delhi dan memperparah krisis kesehatan masyarakat. Data pemerintah menunjukkan bahwa pada Senin, pembakaran lahan hanya berkontribusi 2 persen terhadap polusi Delhi, namun angkanya melonjak menjadi hampir 28 persen pada Kamis.
Langkah Pemerintah untuk Mengurangi Polusi Udara
Di hari yang sama Menteri Lingkungan Delhi, Gopal Rai, meluncurkan 200 unit anti-smog guns yang akan disebar ke seluruh penjuru kota untuk menanggulangi polusi udara yang semakin parah. Dia menyebut bahwa indeks AQI sempat melewati angka 350 empat hari lalu, dengan asumsi akan mencapai 400 setelah Diwali. Namun, berkat kesadaran warga Delhi untuk mengurangi petasan, AQI berhasil ditekan di angka 360 pada hari jum’at.
Dalam upaya pengendalian, dua unit anti-smog guns akan ditempatkan di setiap 70 daerah pemilihan di Delhi untuk menyemprotkan air dalam tiga shift harian. Selain itu, pemerintah berencana meningkatkan frekuensi penyemprotan air ke seluruh wilayah kota.
“Saya berterima kasih kepada warga yang memilih menyalakan diya daripada kembang api dan berkontribusi dalam menjaga kualitas udara,” ujar Rai, seraya berharap agar tahun depan kesadaran ini semakin meningkat, dikutip dari laman Business Standard, Jum’at (01/11/2024).
Pada Sabtu, 2 November 2024, kabut tipis tetap menyelimuti Delhi, dan kualitas udara terus memburuk. Badan Pengendalian Polusi Pusat (CPCB) mencatat AQI di beberapa titik kota pada pukul 9 pagi berada di kategori “sangat buruk”, seperti Anand Vihar (383), Vivek Vihar (318), Wazirpur (313), RK Puram (350), dan Punjabi Bagh (329). Beberapa lokasi lain seperti Lodhi Road (224), ITO (241), Jawaharlal Nehru Stadium (285), dan Najafgarh (393) masuk dalam kategori “buruk”.
Menurut CPCB, skala Indeks Kualitas Udara mengkategorikan nilai AQI antara 0-50 sebagai ‘baik’, 51-100 sebagai ‘memuaskan’, 101-200 sebagai ‘sedang’, 201-300 sebagai ‘buruk’, 301-400 sebagai ‘sangat buruk’, dan 401-500 sebagai ‘parah’. Pengukuran AQI dalam kategori ‘sangat buruk’ dapat menyebabkan penyakit pernapasan jika terpapar dalam jangka panjang, sedangkan AQI dalam kategori ‘buruk’ dapat memengaruhi orang sehat dan berdampak serius pada mereka yang sudah mengidap penyakit.
Pada hari yang sama, lapisan busa beracun terlihat mengapung di Sungai Yamuna di daerah Kalindi Kunj, menunjukkan tingginya tingkat polusi di sungai tersebut. Suhu di Delhi tercatat maksimum 33,8°C dan minimum 19,05°C, dengan kelembapan 26 persen serta angin berkecepatan 26 kilometer per jam, dilansir dari laman cnbctv18, Sabtu (2/11/2024).