New Taipei (Taiwan), Portonews.com – Pada hari rabu, 30 Oktober 2024, sebuah kapal kargo berbendera China, Yu Zhou Qi Hang, mengalami insiden kritis di dekat Taiwan setelah kehilangan kemampuan navigasi akibat cuaca buruk dan muatan berat. Kapal tersebut berangkat dari Pelabuhan Keelung, Taiwan, sekitar pukul 07.57 pagi untuk menuju Zhangzhou, Provinsi Fujian, China. Namun, kapal yang mengangkut tiga crane besar ini tak mampu menghadapi angin kencang dan gelombang tinggi yang disebabkan oleh topan yang mendekat.
Kapal ditemukan terjebak dalam kondisi tidak biasa pada jarak 2,4 mil laut atau sekitar 4,4 kilometer sebelah barat laut Tanjung Yehliu di New Taipei City sekitar tiga jam setelah berlayar. Kondisi cuaca yang semakin buruk membuat kapal tersebut sulit meninggalkan area tersebut, sehingga posisinya perlahan bergeser mendekati pantai Yehliu. Meski upaya evakuasi dengan kapal penarik (tugboat) telah dilakukan oleh unit penyelamat, kondisi laut yang ganas memaksa tugboat kembali.
Di tengah situasi yang semakin genting pada malam hari, kapten kapal memutuskan untuk meninggalkan kapal. Administrasi Penjaga Pantai Taiwan (CGA) kemudian mengerahkan kapal patroli berbobot 100 ton untuk menyelamatkan 17 awak kapal. Meskipun ombak setinggi lima meter dan angin kencang menghambat proses evakuasi, misi penyelamatan berhasil diselesaikan pada pukul 10.05 malam, dan semua awak kapal dibawa dengan selamat ke Pelabuhan Keelung.
Kapal Terdampar di Yehliu Geopark Akibat Topan Kong-rey
Keesokan harinya, pada hari kamis, tanggal 31 Oktober 2024, Yu Zhou Qi Hang terdampar di Pantai Yehliu Geopark, New Taipei City, akibat terjangan angin kuat dari Topan Kong-rey. Salah satu crane di atas kapal terguling, namun tidak ada kebocoran minyak yang terdeteksi hingga saat itu. Biro Pelabuhan Maritim menyatakan bahwa 247 ton minyak berat yang tersisa akan dievakuasi begitu cuaca membaik. Menteri Perhubungan dan Komunikasi Taiwan, Chen Shih-kai, menekankan bahwa menarik kapal pada kondisi tersebut sangat berisiko, dan pemerintah setempat bekerja sama dengan Administrasi Konservasi Laut serta Pemerintah Kota New Taipei untuk mencegah kebocoran minyak di sepanjang garis pantai. Pusat komando darurat juga didirikan di Distrik Wanli, sementara Pemerintah Kota New Taipei memperingatkan bahwa perusahaan pemilik kapal akan dikenakan denda sebesar NT$30 juta atau sekitar US$940.000 jika terjadi polusi laut.
Pada hari jum’at, 1 November 2024, kapal Yu Zhou Qi Hang yang terdampar tampak jelas dengan crane merah yang sebagian tenggelam dan menyentuh tepi pantai berbatu. Pejabat berwenang memastikan tidak ada kebocoran minyak dan mempersiapkan evakuasi minyak dari kapal. Pemotongan minyak dijadwalkan untuk dimulai hari ini dengan menggunakan peralatan khusus agar minyak di kapal dapat dievakuasi tanpa membahayakan lingkungan.
Pada tanggal 2 November 2024, otoritas Taiwan bergegas mengeluarkan 284 ton minyak dari kapal tersebut setelah kapal kehabisan daya di tengah cuaca ganas yang disebabkan oleh Topan Kong-rey. Kapal yang memiliki panjang 143 meter itu membawa 247 ton minyak bahan bakar berat dan 37 ton minyak diesel ringan. Proses evakuasi minyak diperkirakan akan memakan waktu dua hingga tiga hari. Menteri Dewan Urusan Laut, Kuan Bi-ling, mengonfirmasi melalui unggahan di Facebook bahwa hingga saat ini tidak terdeteksi adanya kebocoran minyak dari kapal tersebut, dan alat penahan minyak (Oil Boom) telah dipasang di sekitar lokasi kapal untuk mengantisipasi kemungkinan pencemaran, dilansir dari laman Taipei Times, Focusa Taiwan, dan Taiwan English News.
Catatan
Kasus insiden kapal Yu Zhou Qi Hang di Taiwan menjadi pengingat akan pentingnya penanganan tumpahan minyak dalam menjaga ekosistem laut dan mencegah kerusakan lingkungan. Di Indonesia, ketentuan penanggulangan tumpahan minyak diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 58 Tahun 2013 tentang Penanggulangan Pencemaran di Perairan dan Pelabuhan. Peraturan ini menekankan bahwa perusahaan bertanggung jawab untuk menangani dan menyelesaikan tumpahan minyak sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
Jika terjadi pelanggaran, perusahaan bisa dikenai sanksi mulai dari denda hingga pencabutan izin usaha, tergantung pada tingkat kesalahannya. Dengan adanya PM 58, Indonesia berupaya melindungi kelestarian lingkungan laut dan menghindari dampak ekonomi bagi masyarakat pesisir yang terdampak.
Insiden kapal kargo berbendera China, Yu Zhou Qi Hang, yang terdampar di Pantai Yehliu Geopark menunjukkan potensi risiko pencemaran laut akibat muatan minyak yang dibawanya. Meskipun tidak ada kebocoran minyak yang terdeteksi, tindakan pencegahan dengan memasang alat penahan minyak (oil boom) merupakan langkah proaktif yang dilakukan untuk mencegah terjadinya pencemaran. Pihak berwenang Taiwan juga berkomitmen mengevakuasi 284 ton minyak dari kapal tersebut untuk menghindari tumpahan yang dapat berdampak buruk pada lingkungan sekitar.
Peran serta perusahaan profesional seperti OSCT Indonesia dalam menangani potensi tumpahan minyak sangat penting, terutama dalam situasi darurat seperti ini. Sebagai perusahaan yang memiliki pengalaman dan keahlian dalam menangani tumpahan minyak, OSCT Indonesia dapat memberikan kontribusi nyata dalam upaya pencegahan dan penanggulangan tumpahan minyak di kawasan Asia, termasuk Taiwan. Dengan alat penanggulangan seperti oil boom dan skimmers, serta tenaga ahli yang terlatih, OSCT Indonesia dapat bekerja sama dengan pemerintah setempat untuk mempercepat evakuasi minyak secara aman, meminimalkan risiko pencemaran, dan memastikan pemulihan lingkungan secara cepat.
Selain itu, OSCT Indonesia dapat memberikan pelatihan penanggulangan tumpahan minyak kepada otoritas setempat sesuai standar OPRC IMO Level 1, 2, dan 3, untuk memastikan kesiapsiagaan dalam menangani insiden besar di masa depan. Kolaborasi seperti ini tidak hanya memperkuat hubungan antar negara, tetapi juga berperan dalam menjaga kelestarian lingkungan laut secara berkelanjutan.