Beirut, Lebanon – Portonews.com– Upaya diplomasi untuk mencapai gencatan senjata di Lebanon mulai menunjukkan tanda-tanda kemajuan, meskipun serangan udara Israel di wilayah tersebut masih berlangsung intensif. Pada Kamis, Israel melanjutkan gempuran ke sasaran militer di selatan Beirut yang merupakan basis kelompok bersenjata Hezbollah. Serangan yang telah terjadi selama tiga hari berturut-turut ini menghancurkan lima bangunan di wilayah Dahiyeh, menurut sumber yang mengetahui kerusakan di lokasi. “Kami hanya bisa bilang, Tuhan tolong kami,” ujar Ayat, seorang warga Lebanon berusia 33 tahun yang menyaksikan langsung dampak serangan tersebut.
Militer Israel menyatakan bahwa serangan udara tersebut menargetkan gudang senjata, markas militer, dan lokasi strategis lainnya yang terkait dengan Hezbollah. Sementara itu, serangan di kota Baalbek di bagian timur Lebanon menewaskan sedikitnya 20 orang, dan 11 korban jiwa tercatat di kota-kota selatan Lebanon akibat serangan udara Israel, menurut otoritas Lebanon dan Badan Berita Nasional Lebanon.
Tanda-tanda awal mengenai kemungkinan gencatan senjata muncul ketika Duta Besar Amerika Serikat untuk Lebanon pada Kamis menyerahkan rancangan proposal gencatan senjata kepada Ketua Parlemen Lebanon, Nabih Berri. “Ini merupakan rancangan untuk mendapatkan pandangan dari pihak Lebanon,” ungkap salah satu sumber politik Lebanon yang mengetahui isi proposal tersebut. Juru bicara Kedutaan Besar AS di Beirut mengonfirmasi adanya upaya diplomasi ini dengan menyatakan, “Upaya untuk mencapai kesepakatan diplomatik sedang berlangsung.”
Prospek gencatan senjata ini semakin terasa menjanjikan dibandingkan sebelumnya, terutama setelah Perdana Menteri Lebanon menyatakan optimisme bahwa kesepakatan bisa dicapai. Menteri Energi Israel, Eli Cohen, yang juga anggota kabinet keamanan Israel, menyebutkan bahwa peluang untuk mengakhiri konflik ini lebih menjanjikan dibandingkan saat perang dimulai. “Saya pikir kita sekarang lebih dekat ke sebuah kesepakatan daripada sebelumnya,” ujarnya seperti yang lansir dari reuters
Di tengah gempuran yang terus berlanjut, pemerintah Amerika Serikat terus mendorong tercapainya perdamaian sebelum masa jabatan Presiden AS saat ini berakhir. Media melaporkan bahwa Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, berupaya mempercepat tercapainya kesepakatan gencatan senjata dengan Lebanon sebagai langkah awal dalam kebijakan luar negeri AS mendatang.
Sebagai bagian dari gencatan senjata, Ali Hassan Khalil, seorang pejabat tinggi Lebanon, mengisyaratkan bahwa Hezbollah bersedia menarik pasukannya dari perbatasan Lebanon-Israel. Khalil mengatakan bahwa tim negosiasi Lebanon telah mencapai kesepakatan “teks tertentu” dengan utusan Gedung Putih, Amos Hochstein, selama kunjungannya ke Beirut pada akhir Oktober. Hochstein, menurut Khalil, akan menyampaikan pesan tersebut kepada pihak Israel dan kemudian mengirimkan tanggapannya kembali ke Beirut. “Kami menunggu, dan Insya Allah, draf yang telah disepakati ini akan segera tercapai,” katanya.
Namun, Israel bersikeras bahwa mereka tetap memiliki kebebasan bertindak apabila Hezbollah kembali mendekati area perbatasan. Khalil menolak permintaan ini, tetapi menyatakan bahwa Lebanon siap untuk menjalankan Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701 yang mengakhiri perang tahun 2006 antara Israel dan Hezbollah. Resolusi tersebut mengharuskan Hezbollah menarik pasukan dan senjata dari wilayah perbatasan hingga Sungai Litani yang berjarak sekitar 30 km dari perbatasan selatan Lebanon.
Jean-Pierre Lacroix, kepala penjaga perdamaian PBB, menyatakan bahwa PBB akan memperkuat misinya untuk membantu tentara Lebanon dalam memastikan gencatan senjata. Namun, PBB tidak akan langsung bertanggung jawab dalam penegakan gencatan senjata tersebut.
Menurut laporan Bank Dunia, kerusakan fisik dan kerugian ekonomi yang dialami Lebanon akibat konflik ini mencapai nilai $8,5 miliar. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Lebanon, serangan Israel telah menewaskan sedikitnya 3.386 orang sejak 7 Oktober 2023. Di sisi lain, serangan Hezbollah telah menewaskan sekitar 100 warga sipil dan tentara di wilayah Israel utara, Dataran Tinggi Golan yang dikuasai Israel, serta Lebanon selatan, menurut pihak Israel. (*)