Jakarta, Portonews.com – Dalam upaya mengatasi berbagai tantangan lingkungan yang melibatkan perairan lintas batas, empat negara pesisir, yaitu Indonesia, Australia, Papua Nugini, dan Timor Leste, menegaskan komitmen mereka untuk bekerja sama. Kesepakatan tersebut tercapai dalam Pertemuan Regional Steering Committee (RSC) yang berlangsung pada Selasa (10/12) lalu di Kuta, Badung.
Melalui kerja sama ini, keempat negara sepakat untuk menangani sejumlah permasalahan lingkungan yang mendesak, termasuk pencemaran laut dan penangkapan ikan ilegal (illegal fishing). Kesepakatan tersebut adalah bagian dari Program Arafura and Timor Seas Ecosystem Action Phase II (ATSEA-2), sebuah program lima tahun yang dirancang untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di kawasan Laut Arafura dan Timor.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPPSDM KP), Dr. I Nyoman Radiarta, yang mewakili Kementerian Kelautan dan Perikanan, menekankan pentingnya kerja sama regional dalam menghadapi tantangan lingkungan yang tidak mengenal batas negara. “Forum ini sekaligus mendorong pembangunan berkelanjutan di kawasan Laut Arafura dan Timor,” ujar Radiarta, dikutip dari laman Radarbali.id.
Lebih lanjut, Radiarta menegaskan bahwa penyelesaian masalah lingkungan di kawasan ini tidak dapat dilakukan oleh satu negara saja, melainkan memerlukan kolaborasi lintas batas. “Program ini telah menunjukkan bahwa kerja sama adalah kunci untuk menciptakan solusi berkelanjutan bagi generasi mendatang,” tambahnya.
Program ATSEA-2, yang dimulai sejak 2019, bertujuan untuk meningkatkan tata kelola kelautan dan perikanan di kawasan Laut Arafura dan Timor. Selain berfokus pada pelestarian ekosistem laut, program ini juga berperan dalam mendukung ekonomi biru yang berkelanjutan di kawasan tersebut.
Iwan Kurniawan, Natural Resource Management Program Manager UNDP Indonesia, juga menyampaikan harapannya agar kolaborasi ini dapat berlanjut setelah program ATSEA-2 berakhir. “Kami berharap dapat melanjutkan kolaborasi ini dalam bentuk mekanisme tata kelola regional jangka panjang melalui Regional Governance Mechanism (RGM),” ujarnya.
Kerja sama ini, menurut Iwan, dilatarbelakangi oleh sejumlah tantangan lintas batas, seperti illegal fishing, degradasi habitat laut, polusi, serta dampak perubahan iklim. “Semua tantangan tersebut tidak hanya mengancam ekosistem laut, tetapi juga mata pencaharian masyarakat pesisir yang bergantung pada sumber daya laut,” tandasnya.
Kerja sama antara Indonesia, Australia, Papua Nugini, dan Timor Leste ini menjadi contoh penting dalam upaya melindungi dan melestarikan sumber daya alam yang sangat vital bagi kehidupan masyarakat pesisir serta masa depan ekosistem laut global.