Jakarta, Portonews.com – Dalam rapat dengan Komisi V DPR RI, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan bahwa wilayah Sumatera dan Jawa sedang memasuki musim hujan. Periode ini diperkirakan mencapai puncaknya pada akhir Desember.
Ia juga menyebutkan bahwa musim hujan kali ini disertai fenomena La Nina, yang berpotensi meningkatkan intensitas curah hujan hingga 20 persen lebih tinggi dibandingkan kondisi normal. Dwikorita mengatakan, di akhir tahun hingga awal 2025, dua fenomena besar dapat terjadi bersamaan, yaitu puncak musim hujan dan La Nina.
“Saat ini kita sedang memasuki musim hujan, dan puncak musim hujan di sebagian wilayah di Sumatera dan Jawa itu ada di bulan Desember akhir. Kemudian di sebagian wilayah tersebut mengalami puncak musim hujan di bulan Januari,” kata dia, dilansir dari laman CNN Indonesia, (5/12/2024).
“Artinya selama mudik Nataru ini kebetulan berada atau menuju puncak musim hujan,” tambahnya.
Menurutnya, gabungan kedua fenomena ini bisa menyebabkan skenario terburuk berupa curah hujan ekstrem yang berujung pada banjir bandang. Ia mencontohkan kejadian serupa yang pernah melanda wilayah Jabodetabek empat tahun lalu.
Dwikorita menambahkan, hal ini juga dipengaruhi oleh pergerakan udara dingin dari dataran tinggi Siberia. BMKG sudah mendeteksi potensi masuknya udara dingin tersebut ke wilayah Indonesia, yang dapat memicu curah hujan yang sangat tinggi.
“Sejak minggu lalu kami mendeteksi adanya potensi masuknya seruak udara dingin dari dataran tinggi Siberia. Kemudian diprediksi mulai Desember ini sudah bergerak mengarah ke wilayah Indonesia,” Kata Dwikorita.
“Diprediksi landing-nya ini kira-kira sekitar tanggal 20 Desember sampai sekitar 29 Desember,” ujar dia menambahkan.
Dwikorita menjelaskan bahwa seruak dingin dapat memicu terjadinya angin kencang, gelombang tinggi, serta peningkatan curah hujan. Ia menyebutkan, kecepatan angin dan gelombang tinggi ini akan lebih terasa di wilayah Laut Natuna.
Di wilayah barat Indonesia, pergerakan seruak dingin ini, dalam skenario terburuk, bisa menimbulkan banjir parah. Ia mencontohkan kejadian serupa yang pernah terjadi di Jakarta pada tahun 2020.
“Kemudian kalau saat landing ke Indonesia bagian barat yaitu Jawa Barat, Lampung, kemudian Banten, DKI. Skenario terburuk itu meningkatkan curah hujan dengan intensitas yang ekstrem,” Ungkap Dwikorita.
“Contoh yang sudah terjadi di tahun 2020 di bulan Januari kondisi terparah adalah Jabodetabek banjir saat itu. Itu akibat kami mendeteksi seruak udara dingin tadi,” jelasnya.
Skenario paling ringan akibat seruak dingin ini adalah terganggunya kegiatan pelayaran. Dwikorita mencontohkan situasi pada 2022, ketika seruak dingin menghambat penyeberangan di pelabuhan.
“Skenario ter-ringan yang pernah terjadi sekitar 2 tahun lalu saat penyeberangan di Merak-Bakauhuni, tiba-tiba kapal yang sudah parkir ini oleng. Karena seruak angin itu kapalnya oleng, sementara masih ada yang menyeberang. Jadi waktu itu satu truk masuk ke laut, kemudian satu mobil juga masuk ke laut,” ucapnya.
Desember dan Januari diperkirakan sebagai puncak musim hujan di sebagian besar wilayah barat Indonesia. Puncak curah hujan ini ditambah dengan pengaruh La Nina, yang berpotensi meningkatkan curah hujan hingga 20 persen lebih tinggi dibandingkan normalnya.